Jakarta: Sanksi ringan hingga berat mengancam aparatur sipil negara (ASN) pelanggar netralitas terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Sanksi terberat diberlakukan jika ASN terbukti menjadi bagian dari partai politik. Baik sebagai anggota atau pengurus.
“Jika tidak mengundurkan diri maka diberhentikan tidak dengan hormat,” kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Paryono kepada
Medcom.id, Jumat, 19 Juni 2020.
Sanksi tersebut sesuai Pasal 255 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen pegawai negeri sipil (PNS). Pengawasan dan penerapan sanksi ASN diserahkan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi/lembaga. BKN akan mengklarifikasi laporan mereka.
"Jika benar, PPK harus menjatuhkan sanksi kepada ASN tersebut,” kata dia.
Secara menyeluruh, sanksi soal netralitas ASN tercantum pada Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beleid itu menyebut ASN tidak boleh memberi dukungan kepada calon presiden atau calon wakil presiden maupun kepala daerah.
Baca: Bawaslu Temukan 369 Pelanggaran ASN Terkait Pilkada 2020
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 369 pelanggaran netralitas ASN. Temuan pada kurun waktu 1 Januari hingga 15 Juni 2020 itu memerinci pelanggaran terkait Pilkada Serentak 2020.
"Kategori pelanggaran yang banyak dilakukan para abdi negara ialah berkampanye di media sosial, kegiatan yang berpihak ke calon kepala daerah, dan pemasangan baliho/spanduk," kata Ketua Bawaslu, Abhan di Jakarta, Rabu malam, 17 Juni 2020.
Abhan telah melaporkan pelanggaran itu ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Ketua KASN Agus Pramusinto telah mengeluarkan 195 rekomendasi untuk menindaklanjuti 47 laporan dari Bawaslu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))