Yogyakarta: Kasus gratifikasi yang menjerat Komisioner KPU Garut, Jawa Barat, menjadi peringatan bagi lembaga tersebut. Lembaga penyelenggara pemilihan umum harus mengoreksi dan evaluasi diri.
"Kasus ini harus jadi peringatan keras menjelang pilkada serentak, pemilu legislatif, dan pilpres 2019," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril saat dihubungi pada Senin, 26 Februari 2018.
Meski kasus ini baru keli pertama terjadi untuk KPU periode saat ini, Oce menilai pembenahan harus dilakukan. Salah satu dalam proses perekrutan komisioner.
Pembenahan perlu dilakukan lantaran kasus serupa bisa saja terjadi di wilayah lain. "Jika menganggap (gratifikasi) tidak termasuk korupsi, menurut saya itu level pengetahuan paling parah," ungkapnya.
(Baca: Ketua Panwaslu dan Komisioner KPU Garut jadi Tersangka)
Pengetatan dalam proses perekrutan komisioner harus dilakukan. Aspek penilaian penting yang perlu ditekankan yakni integritas dan rekam jejak calon komisioner.
Ia menduga, penilaian KPU dalam merekrut komisioner masih banyak melihat aspek teknis. Meskipun, ia mengakui dugaan itu tak bisa digunakan untuk semua KPU di daerah lain.
Berkaca pada kasus itu, Oce berpendapat peristiwa itu patut disayangkan lantaran pilkada serentak masih pada tahapan awal. "Belum juga pilkada serentak (berlangsung) tapi sudah seperti ini," ungkapnya.
Oce menambahkan, KPU menjadi institusi yang cukup dekat dengan suap atau gratifikasi. Menurut Oce, KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang paling rentan terhadap gratifikasi atau suap.
"Lembaga ini memegang kewenangan memutuskan penting, maka lembaga ini jadi incaran kontestan pemilu," tegasnya.
(Baca: Kasus Gratifikasi Komisioner KPU Garut Tak Ganggu Pemilu)Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SUR))