Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (
KPU) mengumumkan setidaknya ada 43 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon (paslon) yang akan maju ke
Pilkada 2024.
Dengan demikian, maka paslon tersebut pastinya akan melawan kotak kosong. Setidaknya paslon yang akan melawan kotak kosong akan terjadi di satu provinsi, 5 kota, 37 kabupaten.
Nantinya, gambar kotak kosong berwarna putih akan bersanding dengan foto pasangan calon kepala daerah tunggal dalam surat suara. Mekanisme pengundian nomor urut untuk calon tunggal dan kotak kosong pun akan dilakukan, sebagaimana daerah yang memiliki lebih dari satu pasangan kandidat.
Di pilkada di Indonesia, kotak kosong juga merupakan pilihan bagi masyarakat selaku pemilih. Artinya, coblosan pada kotak kosong akan dihitung sah layaknya paslon kompetitor.
Syarat paslon dinyatakan menang melawan kotak kosong
Untuk memenangi kontestasi Pilkada 2024, calon tunggal harus meraup suara lebih dari 50% lawan kotak kosong. Jika suara calon tunggal kurang dari 50%, maka kotak kosong dinyatakan sebagai pemenang.
Dalam sejarahnya, sejak diperkenalkan pertama kali pada Pilkada 2015 sampai Pilkada 2020, terdapat 53 calon tunggal lawan kotak kosong. Mayoritas calon tunggal menang. Hanya satu kali saja kontestasi dimenangkan kotak kosong, yakni pada Pilkada Kota Makassar 2018 silam.
Saat itu, calon tunggal Pilkada Kota Makassar 2018 adalah pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi. Kotak kosong meraup suara 300.795 suara atau setara dengan 53,23%, sedangkan calon tunggal meraih 46,77% atau 264.245 suara.
Jika kotak kosong menang, siapa yang menjabat kepala daerah?
Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan, jika kotak kosong menang atas calon tunggal, daerah tersebut akan dipimpin oleh penjabat sementara kepala daerah.
Meski begitu, terdapat dua alternatif rentang waktu penjabat itu akan memimpin daerah jika kotak kosong menang pada Pilkada 2024.
Alternatif pertama, penjabat hanya akan memimpin daerah selama setahun. Sebab, KPU bakal menggelar pilkada ulang di daerah tersebut pada 2025. Ketentuan mengenai hal tersebut tertuang dalam Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Namun, regulasi tersebut sekaligus memberikan alternatif kedua. Menurut Idham, pilkada ulang itu dapat dilakukan pada 2029 mengikuti siklus lima tahunan pilkada serentak. Artinya, saat kotak kosong menang lawan calon tunggal, penjabat kepala daerah bakal memimpin selama lima tahun.
"Jika alternatif kedua menjadi pilihan, maka selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada di 5 tahun mendatang, daerah akan dipimpin oleh penjabat sementara, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4) dari pasal tersebut," terang Idham.
"Alternatif ini tentunya menunda keinginan pemilih atau rakyat memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh pemilih," sambungnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))