Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim menilai banyak pertimbangan politis di balik putusan
Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti
soal syarat pencalonan kepala daerah minimal 30 tahun dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh
KPU.
"Ada nuansa politis yang kuat di balik putusan MK," kata Ubaidillah di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.
MK sebelumnya menegaskan, syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Hal ini menjadi pertimbangan MK dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi, Selasa, 20 Agustus kemarin. Penegasan MK ini berkebalikan dengan tafsir hukum yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.
Melalui putusan nomor 24 P/HUM/2024, MA mengubah syarat usia calon dari sebelumnya dihitung dalam Peraturan KPU (PKPU) saat penetapan pasangan calon, menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih.
"Terkesan MK ini melawan putusan secara terbuka," tutup Ubaidillah.
Setidaknya ada dua putusan MK yang krusial terkait syarat pencalonan kepala daerah. Pertama, MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Penurunan ambang batas itu menyesuaikan dengan persyaratan dukungan bakal pasangan calon dari jalur perseorangan atau independen. Selain itu, MK memutuskan partai politik tanpa kursi di DPRD dapat mengusung calon kepala daerah.
Putusan berikutnya soal penegasan syarat usia minimum calon kepala derah dihitung saat penetapan pasangan calon. Mahkamah Agung (MA) sebelumnya menetapkan syarat usia minimum calon kepala daerah dihitung saat pelantikan pasangan calon. Putusan MA ini kemudian diakomodasi lewat peraturan KPU.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((WHS))