Jakarta:
Pilkada DKI Jakarta selalu menjadi sorotan dalam dunia politik Indonesia. Sejak pertama kali diadakan secara langsung pada tahun 2007, Pilkada ini selalu menghadirkan dinamika menarik, mulai dari dukungan partai besar-besaran untuk calon tertentu, hingga fenomena gubernur yang tidak pernah berhasil menjabat dua periode.
Berikut adalah fakta-fakta unik terkait Pilkada Jakarta:
1. Pilkada Langsung Perdana Tahun 2007
DKI Jakarta untuk pertama kalinya menggelar Pilkada langsung pada tahun 2007. Momen ini menandai perubahan penting dalam sistem pemilihan kepala daerah di ibu kota, di mana rakyat dapat langsung memilih pemimpinnya.
Baca juga:
Disebut Calon Boneka, Dharma Pongrekun: Selidiki Sendiri
Sebelumnya, pemilihan ini dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Pada Pilkada ini, pasangan Fauzi Bowo-Prijanto yang diusung oleh koalisi besar partai berhasil memenangkan pemilihan, meski menghadapi pesaing tangguh, Adang Daradjatun-Dani Anwar yang hanya didukung oleh satu partai.
2. Keroyokan Partai
Salah satu ciri khas Pilkada Jakarta adalah fenomena "keroyokan" partai politik, di mana satu pasangan calon didukung oleh banyak partai besar.
Pada Pilkada 2007, pasangan Fauzi Bowo-Prijanto mendapat dukungan dari 20 partai politik, termasuk partai besar seperti Demokrat, PDI-P, Golkar, dan PAN. Sementara itu, pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar hanya didukung oleh satu partai, yakni PKS.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Pilkada 2007, tetapi juga terulang pada Pilkada 2024. Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus telah mendeklarasikan pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono sebagai bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta.
KIM Plus merupakan koalisi besar yang beranggotakan 12 partai politik, termasuk Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PSI, Gelora, Garuda, PKB, PKS, Perindo, PPP, dan NasDem. Dukungan besar dari partai-partai ini menunjukkan bahwa pengeroyokan partai tetap menjadi pola yang berulang dalam Pilkada Jakarta.
3. Gubernur "Give Away"
Jakarta juga memiliki fenomena unik di mana wakil gubernur kerap kali menjadi gubernur tanpa melalui
Pilkada langsung. Contoh yang paling menonjol adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadi gubernur setelah Joko Widodo terpilih sebagai presiden pada 2014.
Situasi serupa terjadi pada Djarot Saiful Hidayat yang menggantikan Ahok setelah Ahok dijatuhi hukuman penjara pada 2017. Kedua gubernur ini tidak dipilih langsung oleh rakyat sebagai gubernur, melainkan naik ke posisi tersebut sebagai bagian dari suksesi politik.
4. Gubernur hanya Satu Periode
Sejak 2007, tidak ada gubernur DKI Jakarta yang mampu menjabat selama dua periode berturut-turut. Fauzi Bowo hanya menjabat satu periode setelah kalah pada Pilkada 2012 dari Joko Widodo.
Joko Widodo sendiri tidak menyelesaikan masa jabatannya karena terpilih sebagai presiden, dan penggantinya, Ahok, juga tidak berhasil melanjutkan ke periode kedua setelah kekalahannya di Pilkada 2017.
Terakhir, Anies Baswedan yang menjabat sebagai gubernur sejak 2017 juga berpotensi tidak mencalonkan diri lagi untuk periode kedua. Hal ini berpotensi melanjutkan tren gubernur Jakarta yang hanya bertahan satu periode.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((DHI))