Jakarta: Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai tingkat partisipasi dalam
Pilkada Serentak 2020 cenderung menurun atau hanya mencapai sekitar 50 persen. Dia memprediksi tingkat partisipasi paling rendah di Tangerang Selatan dan Depok.
"Mungkin karena faktor pandemi, lalu kedua faktor cuaca. Tapi ini memang belum hasil rata-rata," ujar Ferry di Jakarta, Rabu, 9 Desember 2020.
Dia mencontohkan di beberapa TPS partisipasi pemilih tidak sampai setengahnya. Dari 300 pemilih hanya 90 orang yang hadir.
"Jadi rata-rata hanya 30 persen, tapi itu belum semuanya. Jika sudah semuanya baru bisa dilihat apakah benar-benar ada penurunan partisipasi publik," tutur dia.
Dia menyebut bila partisipasi pemilih hanya mencapai 50 persen, maka dapat dipastikan terjadi penurunan. Namun, hal itu tidak dapat menujukkan target partisipasi pemilih yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (
KPU) sebesar 77,5 persen meleset jauh.
"Tidak bisa dikatakan tidak realistis karena itu merupakan standar atau capaian upaya," tutur dia.
(Baca:
Target Partisipasi Pemilih 77,5% Dinilai Sulit Terwujud)
Ferry menambahkan rendahnya partisipasi pemilih juga disebabkan publik tidak mengenal calon. Meski, hal tersebut dapat berubah bila tingkat kompetisi calon tinggi. Misalnya, di Pilwalkot Medan, Sumatra Utara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyebut pilkada kali ini tidak bisa lepas dari kondisi pandemi. Hal ini memengaruhi partisipasi pemilih.
Dia menilai sulit membandingkan antara pilkada sebelumnya dengan pilkada sekarang. Sebab, pemilih golput karena takut datang ke tempat pemungutan suara (TPS).
"Sekadar badannya merasa panas atau pusing sudah menilai tidak layak ke TPS. Bagaimana perbedaan di kota yang lebih
aware dengan isu pandemi dibandingkan di desa yang mungkin situasinya tidak mencekam dengan situasi di kota," tutur dia.
Dia menyebut tantangan utama pada pilkada kali ini ialah tak membuat partisipasi pemilih anjlok dan mejaga kualitas demokrasi. Tingkat kompetisi yang tinggi ditambah mobilisasi mesin partai yang maksimal dinilai mampu mendongkrak tingkat partisipasi pemilih.
"Partisipasi keinginan orang secara naluriah rendah tapi daya mobilisasi dari kandidat baik positif mau pun negatif sangat memengaruhi. Faktor partisipasi yang rendah yang tidak bisa dibaca oleh survei dan pragmatisme yamg tinggi bisa saja mengubah hasil," tutur dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))