Jakarta: Calon kepala daerah petahana dinilai sebagai pihak yang paling berpotensi menggunakan cara-cara korup dalam kontestasi pilkada. Hal tersebut karena kepala daerah petahana memiliki wewenang mengelola anggaran daerah.
"Dengan kuasa anggaran yang dimiliki kepala daerah, maka calon kepala daerah petahana memiliki peluang menggunakan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan kepentingan pemenangannya," kata peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Seknas Fitra) Gulfino Guevarrato dalam diskusi 'APBD di Tahun Politik', di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Februari 2018.
Gulfino memaparkan ada beberapa faktor yang mendorong calon kepala daerah petahana melakukan korupsi untuk kepentingan pemilu, salah satunya karena 'mahar' politik.
"Mahar biasanya dijadikan sarana untuk mempermudah keluarnya rekomendasi pencalonan dari elite partai. Biaya rekomendasi itu biasanya tidak murah. Celah korupsi muncul dari kapitalisasi rekomendasi tersebut," terang Gulfino.
(Baca juga:
Publik Harus Tahu Calon Kepala Daerah yang Terjerat Korupsi)
Selain faktor mahar politik, faktor biaya kampanye yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab calon kepala daerah petahana mengambil jalan pintas. Gulfino bilang, selain merugikan negara, teknis kampanye yang melibatkan cara-cara kotor juga berpotensi merusak demokrasi.
"Proses kampanye yang dilakukan dengan cara kotor menciptakan kultur yang buruk dalam sistem demokrasi karena membelokkan orientasi konstituen untuk memilih paslon yang 'hambur' membagikan uang," tukas Gulfino.
Mengingat untuk menjadi calon kepala daerah tidak murah, maka bisa disebut wajar banyak kepala daerah akhirnya terjaring OTT setelah menjabat.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Seknas Fitra merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu untuk tegas mendorong calon kepala daerah agar membuka transparasi dana kampanyenya kepada publik.
"Ini merupakan salah satu bentuk terobosan transparasi anggaran demi mengurangi potensi politik uang di pilkada," tukas Gulfino.
(Baca juga:
Biaya Pilkada Jadi Alasan Kepala Daerah Korupsi)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/JKRlZyOb" allowfullscreen></iframe>
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))