Jakarta: Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyayangkan sikap pemerintah berkeras menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di tengah pandemi covid-19 (
korona). LIPI menilai penyelenggaraan pilkada sangat bertentangan dengan upaya mencegah penyebaran covid-19.
"Pemerintah di satu sisi membatasi kegiatan masyarakat dengan menerapkan pembatasan sosial. Tetapi, di sisi lain, memberikan peluang terjadinya konsentrasi massa pada tahapan penyelenggaraan pilkada," ujar Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor dikutip dari
Media Indonesia, Jumat, 2 Oktober 2020.
Firman mengaku heran pemerintah melalui Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020 memerintahkan pemerintah daerah menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades). Padahal, pilkada memiliki gaung lebih besar dari pilkades, dengan potensi penyebaran covid-19 yang lebih besar pula.
"Surat edaran ini ambivalen karena baik pilkades maupun pilkada sama-sama diselenggarakan pada suasana pandemi
covid-19," kata Firman.
Ia juga berpendapat argumen pemerintah terkait kekhawatiran kekosongan jabatan di 270 daerah sangat tidak mendasar. Firman menuturkan terdapat mekanisme pejabat pelaksana tugas atau harian yang telah dipraktikkan di banyak wilayah.
"Adanya pemekaran wilayah kerap menempatkan seorang Plt atau Plh hingga terpilihnya seorang kepala daerah definitif," ucap dia.
Firman menegaskan penundaan pilkada bukan pelanggaran konstitusional. Hal itu pernah terjadi beberapa kali di masa lampau.
LIPI mencatat penundaan pelaksanaan pemilu terjadi pada 1955. Demikian pula pelaksanaan pilkada di masa reformasi beberapa kali ditunda.
“Memajukan atau mengundurkan jadwal pelaksanaan pemilu atau pilkada secara administrasi bukanlah sebuah pelanggaran konstitusional. Itu telah diatur dan tetapkan dalam sistem administrasi pemerintahan di Indonesia,” papar dia.
LIPI mendesak pemerintah menunda pelaksanaan
Pilkada Serentak 2020 sampai situasi betul-betul kondusif.
Saat ini, masih ada kesempatan bagi pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan penyelenggaraan Pilkada 2020.
"Ini harus dilakukan demi kepentingan jangka panjang, demi kepentingan yang lebih besar, baik terkait dengan hakikat pilkada dan demokrasi, hakikat hak-hak politik rakyat yang harusnya dilaksanakan dengan lebih komprehensif, lebih gembira ria," tegas dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))