Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui payung hukum penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) 2020 tidak sesuai untuk situasi pandemi virus
korona. Aturan yang ada saat ini hanya mengatur pemunduran jadwal pemungutan suara.
"Sebetulnya UU (undang-undang) kita belum adaptif walaupun sudah ada UU Nomor 6 Tahun 2020," kata Plh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra dalam Webminar HUT Ke-56 Partai Golkar, Selasa, 20 Oktober 2020.
Akibatnya, KPU terpaksa mencari celah mengadopsi penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi. Berbagai penyesuaian bisa dimasukkan ke dalam Peraturan KPU (PKPU).
Contoh, sanksi pelanggaran
protokol kesehatan yang dilakukan oleh pasangan calon (paslon) maupun kampanye. Pihaknya hanya bisa menerapkan sanksi peringatan tertulis, pembubaran kegiatan, hingga pemotongan masa kampanye.
Baca:
Mendagri Perintahkan Oknum KPU dan Bawaslu Tak Netral Dipidana
Sementara itu, sanksi diskualifikasi tidak bisa diterapkan bagi paslon dan tim sukses yang melanggar protokol kesehatan. "UU (
Pilkada) kita tidak mengatur adanya diskualifikasi terhadap pelanggaran kampanye, nah sehingga ini tidak kita berlakukan," kata dia.
Dia menyebut selayaknya payung hukum penyelenggaraan pilkada dirombak total. Sehingga, penyesuaian penyelenggaraan pilkada di tengah bencana nonalam bisa dilakukan dengan maksimal.
"Perlu terobosan hukum lainnya agar penyelenggaraan pilkada kita ke depan sesuai dengan kondisi seperti saat ini," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((JMS))