Antara/Yulius: Pemerintah pusat bersama Pemprov Papua dan Papua Barat harus melakukan evaluasi mendalam tentang implementasi Otonomi Khusus. Sebab, dana Otsus untuk Papua akan berakhir pada 2021.
Antara/Yulius: Pemerintah pusat bersama Pemprov Papua dan Papua Barat harus melakukan evaluasi mendalam tentang implementasi Otonomi Khusus. Sebab, dana Otsus untuk Papua akan berakhir pada 2021. (Atang Irawan)

Atang Irawan

Stafsus Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Aspirasi Masyarakat dan Daerah

Rekonstruksi Semangat Kebangsaan di Bumi Cendrawasih

Atang Irawan • 10 Juni 2020 07:00
GERAKAN separatis menjadi isu krusial di bumi Cendrawasih, baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis bersenjata. Terkesan banyak pihak yang menggunakan isu ini sebagai manuver politik untuk memisahkan diri dari NKRI (disintegrasi) dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan dalam bingkai Otonomi Khusus (Otsus).
 
Akar permasalahan separatis sesungguhnya terletak pada distribusi hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan masalah keadilan yang tidak merata. Hal itu yang menyebabkan kelompok tertentu melakukan aksi protes dengan menggunakan isu disintegrasi. Orkestrasi kelompok tertentu melakukan aksi kekerasan, termasuk penembakan, memberi kesan gerakan separatisme di bumi Cendrawasih belum dapat diatasi sepenuhnya dengan kebijakan Otsus.


Ada pula tuduhan tidak proporsional oleh sebagain masyarakat yang menganggap masalah yang terjadi di Papua terkait dengan rasisme. Mereka menyamakan masalah yang dialami sejumlah warga di Papua dengan isu rasisme yang kini sedang ramai di Amerika Serikat.


Kalaupun saat ini masih terjadi berbagai permasalahan di Papua, hal ini karena tata kelola di berbagai sektor belum berjalan maksimal, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, bila masih terjadi perbedaan pandangan terkait pembangunan Papua, maka harus dicarikan solusi lewat dialog konstruktif, dalam kerangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
Melalui kebijakan Otsus dengan anggaran tahunan yang sangat besar, pemerintah pusat telah berupaya mengatasi masalah mendasar seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Namun hingga kini program tersebut belum menjawab permasalahan kemanusiaan di Papua.
 
BBM satu harga Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menaruh perhatian lebih untuk Papua. Ini ditandai dengan pembangunan infrastruktur berupa jalan tol dan pemberlakuan bahan bakar minyak (BBM) satu harga. Selain itu, putra-putri Papua juga berkesempatan menuntut ilmu melalui sejumlah program beasiswa.
 
Ketentuan ini merupakan amanat Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) misalnya membuka program beasiswa bagi putra-putri asli dari Indonesia Timur, yang berasal dari Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, serta Provinsi Nusa Tenggara Timur.
 
Undang-undang Otsus No 21 Tahun 2001, sebagaimana telah diubah dengan UU No 35 Tahun 2008, memberikan porsi kekhususan terhadap pengaturan kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Papua. Otsus juga menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama pembangunan.
 
Keberadaan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, diarahkan sepenuhnya untuk memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat sekaligus memberdayakan mereka. Kebijakan khusus ini bertujuan mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Papua Barat dengan provinsi lain serta meningkatkan taraf hidup masyarakat asli Papua.
 
Negara sangat menyadari penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua sebelum UU Otsus ditetapkan, belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan. Sebab, masih terdapat rendahnya pencapaian kesejahteraan, belum terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan, dan lemahnya penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Selain itu, hasil kekayaan alam Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli.
 
Komitmen NKRI
 
Komitmen NKRI dalam perspektif ketatanegaraan tersebut telah diterjemahkan melalui otonomi daerah, dengan memberikan kewenangan untuk mengatur (regelendad) dan mengurus (besturdad) sendiri rumah tangganya. Melalui asymmetric decentralization pemerintah pusat memberikan kewenangan yang besar kepada Papua di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.
 
Dengan begitu, pemerintah pusat memberikan status khusus bagi Papua yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Hal itu berdasarkan pengakuan pemerintah terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik, karena posisi dan kondisi Papua yang memang spesial.
 
Menilik ke belakang, pemerintah pusat sudah memperjuangkan Papua secara konstitusional, misalnya dalam perdebatan daerah khusus pada amandemen ke-II UUD 1945 oleh MPR tanggal 18 Agustus 2000. Akhirnya, lahirlah pengakuan dan penghormatan terhadap daerah yang bersifat khusus tersebut diakomodasi ketentuan Pasal 18B UUD 1945.
 
Bahkan Mahkamah Konstititusi (MK) pun memiliki cara pandang yang sama tentang Papua melalui Putusan MK No. 81/PUU-VIII/2010. MK menyatakan, yang dimaksud daerah khusus adalah suatu daerah yang ditetapkan jika kekhususan itu terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik, yang karena posisi dan keadaannya mengharuskan suatu daerah, seperti Papua dan Papua Barat, diberikan status khusus yang berbeda dengan daerah lainnya.
 
Kekhususan ini tidak hanya tekait dengan pengaturan mengenai keuangan daerah yang selalu naik setiap tahun, tetapi juga termasuk banyak hal seperti, perdasus, pengadilan hukum adat, penggunaan noken dalam pemilu, nomenklatur organ pemerintahan daerah, distrik dan kampung. Kekhususan itu juga berkaitan dengan adanya Majelis Rakyat Papua, ketentuan bahwa Gubernur harus orang asli Papua, nomenklatur DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), bahkan lambang daerah berupa bendera dan lagu daerah, dan lain-lain.
 
Intinya, komitmen NKRI terhadap Papua dalam perspektif ketatanegaraan sudah sedemikian rupa diterjemahkan. Bahkan desentralisasi pada otsus tentunya jauh lebih besar dibanding daerah otonomi lainnya.
 
Bingkai NKRI
 
Dengan demikian negara sudah mengakomodasi konsep otonomi khusus di Papua yang merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan karakteristik, potensi, dan latar belakang sejarah (separatisme dan disintegrasi) ke dalam sistem kebijakan nasional. Namun betapapun khususnya kewenangan yang didesentralisasikan, Papua tetap merupakan daerah otonom dalam NKRI, sama seperti daerah otonom lainnya.
 
Meskipun demikian, semua upaya negara untuk membangun semangat kebangsaan dengan memberikan anggaran dan kewenangan begitu luas terhadap Papua, sepertinya masih dirasa belum cukup. Hal itu jika dilihat dengan menggunakan indikator masih terdapatnya gerakan-gerakan bersenjata di beberapa daerah di Papua.
 
Karena itu, menjadi tugas pemerintah pusat bersama pemerintah daerah untuk menyosialisasikan dan merealisaskan kekhususan di bidang kewenangan dan keuangan, serta hak-hak dasar masyarakat sesuai dengan hak adatnya, yang saat ini dirasa masih kurang. Sebab, dalam praktiknya terkesan semua masalah implementasi kekhususan itu hanya ditujukan kepada pemerintah pusat.

Untuk mewujudkan semangat kebangsaan perlu sosialisasi yang masif terhadap rakyat Papua terkait dengan kehususan yang diberikan (desentralisasi) oleh Pemerintah Pusat. Selain itu, semua pihak perlu melakukan evaluasi dan dialog kebangsaan terhadap realisasi wewenang dan anggaran yang selama ini diberikan pusat.


Hal ini perlu dilakukan guna mengevaluasi penyaluran dana Otus untuk Papua dan Papua Barat yang akan berakhir pada 2021. Sebab, DPR sendiri memastikan penyaluran dana tersebut akan diperpanjang.
 
Dalam konteks ini, pemerintah pusat sebaiknya tidak menggunakan security approach (pendekatan keamanan) melainkan pendekatan humanis yang terintegrasi dengan sistem penataan dan pengelolaan satuan pemerintahan. Pemerintah pusat juga harus membuka ruang dialog guna menyamakan persepsi terhadap seluruh elemen masyarakat Papua tentang membangun Papua di masa depan.[]
 
*Segala gagasan dan opini yang ada dalam kanal ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Medcom.ID. Redaksi menerima kiriman opini dari Anda melalui kolom@medcom.id.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar otonomi khusus papua

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif