Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id (M Tata Taufik)

M Tata Taufik

Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat

Bola Kebangsaan

M Tata Taufik • 26 Desember 2021 12:19
Menyaksikan laga anak-anak bangsa yang mewakili Indonesia dalam ajang Piala AFF sangat menyenangkan. Turnamen yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh Federasi Sepak Bola ASEAN ini kerap kali menjadi hiburan bagi bangsa Indonesia.
 
Kegiatan tersebut secara berkala mampu merajut rasa kebangsaan yang sering kali tercecer karena permasalahan politik, keamanan, dan masalah-masalah sosial. Sepak bola menjadikan bangsa ini merasa Indonesia. Tidak saja para pendukung yang hadir di stadion, tapi juga pendukung yang menyaksikan melalui media yang tersedia.
 
Berbagai resensi pertandingan menghiasi keseharian di berbagai kalangan dan kesempatan. Sapaan bertajuk kebanggaan atas kemenangan Timnas serta berbagai komentar baik terhadap pemain, wasit, maupun jalannya pertandingan secara keseluruhan menunjukkan perasaan yang menyatakan kebangsaan dan keindonesiaan.
 
Pada 24 Desember lalu, dalam perjalanan pulang menuju Kuningan, Jawa Barat, dua anak muda sedang asyik menceritakan Thailand vs Vietnam. Sembari menunggu parkiran di halaman masjid di wilayah Jakarta Timur, penulis sapa kapan Indonesia vs Singapura? “Besok malam, Pak,” jawabnya. “Jangan lupa berdoa ya untuk Timnas!,” sambut penulis. “Siap pak!” jawab mereka. Sengaja sapaan itu diajukan untuk membangkitkan rasa dan keberpihakan. Sesampainya di Kuningan, seorang ustaz di pesantren mengusulkan, “Pak, besok malam ada acara syukuran ujian, tapi ada Timnas melawan Singapura. Bagaimana Pak, apa diundur acara syukurannya?”
 
“Ya,” jawab penulis. “Undur saja, biarkan para santri nonton bareng di aula.”
 
Ada beberapa alasan kenapa kita biasakan menonton bareng ketika ada pertandingan sepak bola penting. Pertama untuk pendidikan. Mendidik para santri agar mengetahui permainan yang baik. Dalam hal ini kemampuan menganalisis, menilai, dan tentu saja pada saat mereka bermain sepak bola dapat menerapkan serta mengambil keputusan gaya permainan siapa yang mereka tiru sesuai dengan posisi masing-masing. Sekaligus, memberikan penguatan juga atas pendidikan olahraga.
 
Kedua, untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan kesadaran bernegara serta memicu rasa kesatuan dan semangat bela Tanah Air. Para santri akan melihat betapa para pemain berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membela negaranya melalui sepak bola. Mereka berusaha mengangkat citra bangsa di kancah internasional. Sikap ini sangat penting dimiliki oleh para pemuda seusia belajar seperti para santri.
 
Ketiga, ada beberapa nilai mentalitas yang ingin dibentuk melalui pertunjukan sepak bola. Katakanlah mental keberanian, kejujuran, tanggung jawab, berani mengaku bersalah jika memang salah, belajar menerima keputusan, mampu bersyukur atas keberhasilan, dan lain sebagainya yang bisa mereka dapatkan secara demonstratif di lapangan.
 
Keempat, pada gilirannya diharapkan para santri—tentu saja peminat sepak bola—dapat menjadikan jenis olahraga ini menjadi media dalam mendidik rekan-rekan sepermainannya, teman seusianya, atau anak-anak yang lebih muda di bawahnya.
 
Pada satu pertandingan lokal di tempat penulis tinggal, seorang alumni tiba-tiba menghampiri. Kebetulan dia adalah pemain sepak bola. Seraya bercerita; “Pak, saya membina anak-anak usia sekolah menengah dan atas. Dihimpun dalam satu grup sepak bola di RT tempat saya tinggal. Karena mereka saya lihat tidak memiliki kegiatan yang terarah, akhirnya saya kumpulkan dan saya latih sepak bola. Alhamdulillah orang tua mereka mendukung. Pak RT juga mendukung. Setelah mereka berlatih dan bertanding dengan klub-klub lain, para orang tua turut menjadi suporter. Kadang mereka datang berombongan pakai odong-odong (sebutan untuk mobil lama yang dimodifikasi sebagai angkutan wisata keliling desa yang semakin hari semakin marak).”
 
Menanggapi cerita alumni yang guru SD itu, kontan penulis mendukung. “Banyak cara untuk mendidik dan mengajarkan kebaikan. Lanjutkan, ini kegiatan bagus dan di luar dugaan. Ternyata kalian mampu menjadikan hobi menjadi media pembelajaran dan pendidikan. Sebuah penafsiran yang produktif, itulah kreativitas.”
 
Kembali kepada semangat bola kebangsaan, mari kita berharap Timnas menjuarai turnamen yang beberapa hari lagi akan berakhir itu. Dengan harapan lain, semoga masyarakat juga bisa belajar dari tontonan tersebut dan terdidik karenanya. Semoga.[]
 
*M Tata Taufik, Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar pendidikan timnas indonesia Piala AFF Pendidikan Karakter

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif