WABAH korona di dunia belum juga mereda. Di Indonesia, kendati tren angka penularan sempat melandai, sejak 20 Mei lalu penambahan kasus harian kembali berada di atas angka 5.000.
Jika pada 5 Mei silam pasien yang dirawat di RS Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, sebanyak 1.364 orang atau 22,7% dari total kapasitas 5.994 tempat tidur yang tersedia, per Rabu 26 Mei 2021 kembali melonjak menjadi 1.511 pasien atau 25,2% dari daya tampung.
Kenaikan itu, berapa pun jumlahnya, jelas merupakan kabar buruk. Buruk karena kekhawatiran jumlah kasus positif covid-19 bakal kembali melonjak bisa menjadi kenyataan. Ia harus menjadi warning bagi kita semua bahwa masa darurat pandemi belum usai dan bahaya penularan virus korona masih mengintai.
Apalagi, setelah masa libur Hari Raya Idul Fitri, Satgas Covid-19 menemukan sejumlah klaster baru. Sebut saja klaster silaturahim atau halalbihalal di Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, yakni dari 686 warga yang menjalani tes usap, ditemukan 104 orang positif.
Kasus serupa terjadi di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan di Klaten, Jawa Tengah. Ada pula klaster salat tarawih di Pati, Banyumas, Banyuwangi, dan Malang, serta klaster pemudik di Cianjur dan Garut.
Kebijakan larangan mudik selama 6-17 Mei yang ditetapkan pemerintah memang berhasil menekan kenaikan kasus positif pandemi hanya 5% selama periode tersebut. Namun, persentase itu tetaplah harus diwaspadai. Apalagi, menurut catatan Kementerian Perhubungan, pascalarangan mudik yang berakhir pada 18 Mei terjadi pergerakan penumpang sebanyak 279.000 orang atau naik 191,6% ketimbang sehari sebelumnya yang tercatat 95.000 orang.
Gelombang pergerakan orang ke sejumlah daerah pascalarangan mudik ini tentunya harus segera diantisipasi pemangku kepentingan dengan langkah tepat dan terukur. Tes, penelusuran (tracing), dan treatments (3T) yang masif harus diterapkan konsisten guna menekan potensi penyebaran virus. Hal ini membutuhkan kolaborasi yang baik antara pusat dan daerah.
Selain itu, perlu kesadaran semua pihak untuk mematuhi protokol kesehatan dan tidak membuat kegiatan yang mengundang kerumunan. Kemauan menahan diri untuk tidak berkumpul dalam kegiatan apa pun, termasuk halalbihalal selama periode Syawal yang masih tersisa dua pekan lagi, sangat kita harapkan.
Begitu pula di arena kegiatan organisasi, termasuk Musyawarah Nasional VIII Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang rencananya digelar di Bali pada 2-4 Juni. Kita sangat mengapresiasi jika bersedia memundurkan jadwal hajatan tersebut.
Baca:1.511 Pasien Covid-19 Dirawat di RSD Wisma Atlet
Kita patut mengapresiasi pula umat Buddha di seluruh Indonesia yang tahun ini secara legowo merayakan Trisuci Waisak dengan sederhana dan tidak mengundang kerumunan. Itulah wujud tanggung jawab anak bangsa untuk bersama-sama menghadapi ancaman virus korona yang berpotensi kembali menggila.
Perang melawan pandemi ini ialah perjuangan panjang yang butuh kesabaran, kesadaran, dan kerja sama semua pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat. Tanpa itu semua mustahil kita bisa keluar dari krisis ini.
Pandemi bisa terkendali kalau kita memikirkan dan mewujudkan kebahagiaan orang lain. Menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang berpotensi membiakkan covid-19 ialah cara terbaik saat ini.[]
*Editorial Media Indonesia, Kamis, 27 Mei 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di
