MENGHILANGKAN tradisi mudik yang dilakukan turun-temurun memang tidak mudah. Akan tetapi, pandemi covid-19 yang merenggut nyawa empat orang setiap jamnya di Indonesia memaksa siapa pun untuk tidak mudik demi keselamatan bersama.
Mudik dilarang karena terjadi mobilitas manusia yang sangat tinggi. Padahal, manusia ialah perantara virus korona baru penyebab covid-19. Pemudik berpotensi menjadi pembawa virus mematikan ke kampung halaman. Karena itulah, kebijakan pemerintah melarang mudik sangat masuk akal.
Melarang mudik jangan hanya di atas kertas. Harus ada tindakan nyata untuk mencegah pergerakan manusia selama peniadaan mudik yang berlaku mulai 6 Mei hingga 17 Mei.
Tindakan nyata itu sedang disiapkan pemerintah. Misalnya, 14 pos didirikan di perbatasan yang menjadi jalan keluar dari kawasan Jabodetabek. Petugas di pos-pos itulah yang nantinya meminta kendaraan putar balik jika terbukti hendak keluar membawa pemudik.
Hampir semua provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia kompak menerapkan kebijakan sekat pemudik. Polda Jawa Tengah akan menyekat 14 titik perbatasan antarprovinsi. Polda Jawa Timur menyekat pemudik di 27 titik.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk membatasi mobilitas manusia ialah mengetatkan syarat pelaku perjalanan dalam negeri. Pengetatan itu berlaku mulai 22 April - 5 Mei dan 18 Mei - 24 Mei.
Bentuk pengetatan ialah dengan mempersingkat masa berlaku tes covid-19. Para pelaku perjalanan udara, laut, dan kereta api wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif RT PCR/rapid test antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan atau Genose C19 di bandara, pelabuhan, dan stasiun sebelum keberangkatan.
Sementara itu, untuk para pelaku perjalanan darat, baik angkutan umum maupun kendaraan pribadi diimbau untuk melakukan tes dan dimungkinkan dilakukan tes acak di terminal, rest area, atau di titik penyekatan.
Harus tegas dikatakan bahwa pelarangan mudik yang berjalan tegak lurus itu hanya satu tujuan, yaitu negara hendak menjaga dan memastikan keselamatan nyawa rakyatnya.
Elok nian bila muncul kesadaran pribadi warga negara. Tidak mudik bukan karena dilarang pemerintah, tetapi karena ada kesadaran dari dalam diri untuk menjaga keselamatan anggota keluarga di kampung.
Melawan covid-19 bukan semata-mata tugas pemerintah, melainkan tugas setiap orang yang masih memiliki akal waras. Janganlah memaksa diri untuk mudik, bisa saja Anda disuruh putar balik di titik penyekatan.
Menjaga akal waras sangatlah bijak. Gunakan teknologi untuk menjaga silaturahim dengan anggota keluarga di mana saja berada, Lebaran secara virtual.
Kesabaran ialah kata kuncinya. Sabar untuk tidak mudik satu soal. Lainnya ialah sabar untuk tidak mendatangi tempat-tempat wisata selama libur Lebaran yang juga menjadi tradisi keluarga Indonesia selama ini.
Jangan sampai tempat-tempat wisata lokal justru menjadi pusat kerumunan selama masa libur Lebaran sehingga menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Sebaiknya, pengelola tempat wisata lokal memakai daftar online sehingga bisa membatasi pengunjung.
Pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif untuk mengingatkan bahaya mudik di tengah munculnya varian-varian baru covid-19 yang lebih cepat menular. Kebijakan sekat pemudik untuk tidak mengulangi pengalaman setiap kali libur panjang selalu terjadi tren kenaikan kasus covid-19, cukuplah keledai yang terperosok pada lubang yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di