SUDAH 13 tahun Indonesia aktif di kelompok negara-negara yang tergabung dalam Group of Twenty atau G-20. Bahkan, kini, untuk pertama kalinya Indonesia didapuk mengetuai perkumpulan negara-negara berpendapatan paling jumbo sejagat tersebut.
Namun, masih ada saja yang bertanya, apa manfaat konkret G-20 buat Indonesia? Lalu, ada yang sinis mengatakan bahwa forum G-20 hanya jadi ajang pencitraan bagi pemimpin Indonesia, baik dulu maupun sekarang. Forum itu mereka nilai hanya jadi tempat gagah-gagahan, tanpa ada manfaat nyata.
Sinisme itu boleh jadi lahir dari cara berpikir jangka pendek, positivistik, sekadar berorientasi hasil, dan ahistoris. Saya, kok, belum pernah melihat forum apa pun di dunia, yang digelar hari ini, hasilnya langsung bisa dituai pekan depan atau bulan depan. Menyemai benih padi saja butuh setidaknya tiga bulan untuk memanennya menjadi gabah. Setelah kering, digiling, baru butiran gabah menjadi beras siap ditanak.
Pencapaian Indonesia hari ini, juga tidak bisa dilepaskan dari forum-forum internasional yang dirintis dan diikuti oleh Bung Karno dan Bung Hatta, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, dan SBY di masa lampau. Kesuksesan Indonesia mengamankan lebih dari 300 juta dosis vaksin covid-19, hari-hari ini, selain karena keuletan diplomasi Kementerian Luar Negeri di bawah Retno Marsudi, pasti juga karena tingginya kepercayaan dunia yang usahanya telah dirintis sejak berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Baca: Erick Thohir: KTT G20 Momentum RI Pamer Pertumbuhan Ekonomi
Tanpa investasi aktif di forum-forum internasional di masa lampau, mustahil kita bisa bertahan, bahkan lebih maju, di tengah arus besar globalisasi. Jangan-jangan, tanpa ikut serta aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia jadi terkucil. Bakal terasing. Salah-salah bisa bersikap seperti manusia yang berpuluh-puluh tahun dikurung dalam gua, lalu tiba-tiba keluar dari kegelapan: serbaminder, bingung, gagal paham era baru.
Apalagi ini forum G-20. Ini merupakan forum internasional yang terdiri atas 19 negara dan Uni Eropa, yang dibentuk pada 1999 dengan fokus pada perekonomian dan keuangan global. G-20 berisikan kumpulan negara dengan ekonomi terbesar, yaitu mencapai 80% produk dunia bruto, 75% perdagangan dunia, dan 60% populasi dunia.
Kini, Indonesia menjadi pemimpin G-20. Jelas, itu merupakan panggung besar buat Indonesia, terlebih di tengah ekonomi global yang terpuruk akibat terpapar pandemi covid-19. Penunjukan sebagai pemimpin G-20 membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Presidensi G-20 merupakan momentum bagi Indonesia untuk unjuk gigi memimpin pemulihan ekonomi dunia.
Walhasil, keanggotaan pada G-20 menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain kunci dalam perekonomian global yang ikut menentukan kerangka kebijakan perekonomian di dunia ini. Lebih-lebih, Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang ada di G-20. Indonesia dapat memperkuat posisi kepemimpinan di kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara ASEAN lainnya.
Aktivitas di G-20 juga diyakini berperan sebagai sarana mendorong optimalisasi pendapatan negara dan memperkuat postur anggaran pemerintah. Hal itu dapat tercipta, misalnya, melalui kesepakatan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis di antara anggota-anggota G-20 yang menguasai 75% perdagangan dunia.
Dalam jangka pendek, manfaat sebagai anggota, apalagi kini sebagai pemimpin G-20, juga ada. Saya mengutip pendapat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut sejumlah manfaat langsung dari penunjukan Indonesia sebagai pemimpin G-20. Kata dia, akan ada peningkatan konsumsi domestik yang diperkirakan bisa mencapai Rp1,73 triliun.
Selain itu, ada penambahan produk domestik bruto hingga Rp7,47 triliun dan pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 orang di berbagai sektor. Pun, secara agregat hal itu akan melipatgandakan keuntungan 1,5-2 kali lipat dari efek yang dicapai dalam pertemuan IMF dan World Bank di Indonesia pada 2018. Itu karena pertemuan G-20 bakal berjalan selama satu tahun ke depan dengan sekitar 150 pertemuan.
Manfaat langsung saja jelas terlihat, apalagi untuk jangka panjang. Karena itu, bagi mereka yang pesimistis bahkan sinis, baik kiranya menjernihkan 'kacamata' pandang kita. Tentu dibarengi kesabaran akan proses. Kata Gandhi, “Kamu mungkin tidak akan pernah tahu hasil tindakanmu. Namun, bila kamu tidak pernah bertindak, tidak akan ada hasil yang kamu dapat.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Abdul Kohar
Dewan Redaksi Media Group

