Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet) (Gaudensius Suhardi)

Gaudensius Suhardi

Anggota Dewan Redaksi Media Group

Mary Jane Ditransfer, 558 Orang Tunggu Mati

Gaudensius Suhardi • 25 November 2024 07:45
Jakarta: Indonesia termasuk di antara 55 negara yang masih mempertahankan hukuman mati. Padahal, 112 negara lainnya sudah menghapus hukuman yang disebut Albert Camus sebagai pembunuhan paling berencana.
 
Sedikitnya terdapat 30 jenis kejahatan yang bisa diancam hukuman mati. Ancaman itu tersebar di lebih dari 13 undang-undang yang ada di negeri ini. Berdasarkan data yang dipublikasikan di situs Ditjenpas.go.id, hingga kini terdapat 559 orang yang masuk daftar tunggu eksekusi mati dan 11 di antaranya ialah perempuan.
 
Jumlah itu akan berkurang satu orang, tinggal 10 perempuan, karena Mary Jane Fiesta Veloso segera kembali ke negara asalnya, Filipina. Pemerintah Indonesia dan Filipina menyepakati langkah penyelesaian kasus terpidana mati Mary Jane melalui jalur diplomasi transfer of prisoner. Dengan demikian, setelah Mary Jane ditransfer, 558 orang masuk daftar tunggu mati.
 
Mary Jane dijatuhi hukuman mati pada 11 Oktober 2010 di Pengadilan Negeri Sleman. Vonis mati itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Yogyakarta pada 23 Desember 2010 serta putusan Mahkamah Agung pada 31 Mei 2011. Sudah berganti empat presiden di Filipina, tapi komitmen kepala negara mereka tetap satu, yakni berdiplomasi untuk menyelamatkan warga mereka dari eksekusi mati di Indonesia. Mereka melobi Presiden Indonesia yang sudah tiga kali berganti orang.
 
Presiden Filipina Benigno Aquino III pada Agustus 2011 meminta pengampunan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk Mary Jane. Pada masa itu Indonesia punya moratorium untuk menunda hukuman mati dan pengampunan belum ditindaklanjuti sampai masa akhir kepemimpinan SBY.
 
SBY digantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014. Pada periode pertama kepemimpinan Jokowi getol melakukan eksekusi mati. Ketika itu pemerintahan Jokowi melakukan tiga kali eksekusi mati, yaitu gelombang pertama pada 18 Januari 2015 (enam orang), gelombang kedua 29 April 2015 (delapan orang), dan gelombang ketiga 29 Juli 2016 (empat orang termasuk Freddy Budiman dari Indonesia). Total 18 orang dieksekusi mati.
 
Mary Jane masuk daftar eksekusi mati pada 29 April 2015. Akan tetapi, dua hari sebelum itu, tepatnya pada 27 April 2015, Presiden Filipina Benigno Aquino III menemui Jokowi di sela-sela acara pembukaan KTT ASEAN Ke-26 di Kuala Lumpur.
 
Benigno menemui Jokowi untuk memohon pengampunan agar warganya, Mary Jane, dibebaskan dari rencana eksekusi mati yang akan dilaksanakan pemerintah Indonesia dalam waktu dekat. Jokowi tidak memberikan jawaban pasti kepada Benigno saat pertemuan itu. Jokowi berjanji akan memberikan jawaban setelah berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung.
 
Mary Jane sudah mau dieksekusi mati gelombang kedua bersama delapan orang lainnya. Ia dimasukkan ke ruang isolasi. Jelang eksekusi itulah, malam-malam, Benigno melayangkan surat kepada Jokowi. Surat itu dikirimkan Menlu Filipina Albert Del Rosario kepada Menlu Indonesia Retno Marsudi.
 
Dalam surat itu Presiden Filipina meminta eksekusi mati Mary Jane ditunda agar ia bisa bersaksi menyusul penyerahan diri Maria Kristina Sergio, tersangka perekrut Mary Jane kepada polisi Filipina, Selasa, 28 April 2015. Mary Jane disebut sebagai korban perdagangan manusia. Presiden Jokowi mengabulkan permohonan Presiden Filipina.
 
Benigno digantikan Presiden Rodrigo Duterte pada 16 Juli 2016. Pengakuan Jokowi pada 13 September 2016 ialah Duterte sudah mempersilakan pemerintah memproses Mary Jane sesuai dengan hukum Indonesia.
 
Hingga Jokowi mengakhiri masa pemerintahan keduanya, Mary Jane tidak dieksekusi mati. Pemerintahan Pesiden Jokowi diam-diam melakukan moratorium eksekusi mati setelah pelaksanaan eksekusi mati gelombang ketiga pada 29 Juli 2016 menuai protes dari dalam dan luar negeri.
 
Duterte digantikan Ferdinan Marcos Jr pada 30 Juni 2022. Marcos Jr yang dijuluki Bong Bong memperlihatkan komitmennya untuk menyelamatkan Mary Jane. Bong Bong menyampaikan pernyataan melalui Instagram pada 20 November 2024. Ia menyebutkan bahwa pemerintah Filipina dan Indonesia akhirnya mencapai kesepakatan untuk membawa pulang Mary Jane ke Filipina. Ia berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto.
 
Bisa dipahami jika permohonan Bong Bong dikabulkan karena sejatinya Prabowo tidak berpihak kepada hukuman mati. Prabowo punya rekam jejak membela pekerja migran Indonesia di luar negeri dari ancaman hukuman mati pada 2013. Ia terlibat secara pribadi dalam pembelaan Wilfrida Soik dengan datang langsung ke dalam sidang vonis dan pengurusan kepulangan Wilfrida dari Malaysia ke Indonesia.
 
Sudah waktunya Presiden Prabowo menyelamatkan 165 WNI yang masuk daftar tunggu eksekusi mati di luar negeri. Agar mudah menyelamatkan WNI di luar negeri, tentu di dalam negeri dilakukan moratorium eksekusi mati.
 
Moratorium harus berangkat dari kesadaran bahwa hukuman mati tidak berperikemanusiaan sebagaimana keputusan rapat paripurna Komnas HAM pada 2016. Komnas HAM menolak hukuman mati karena berkaitan erat melanggar dua aspek hak asasi manusia, yaitu hak atas hidup dan hak untuk bebas dari penyiksaan.
 
Elok nian bila politik transfer Mary Jane dijadikan momentum penghapusan hukuman mati di Indonesia yang dimulai dengan mematenkan moratorium eksekusi mati.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar mary jane Hukuman Mati filipina

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif