Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group. MI/Ebet
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group. MI/Ebet (Usman Kansong)

Usman Kansong

Ketua Dewan Redaksi Media Group

Tukang Sayur dan Pertumbuhan Ekonomi

Usman Kansong • 06 Agustus 2021 06:00
PENJUAL sayur di kompleks tempat saya tinggal mengeluh. Katanya, tiga hari belakangan pembeli sepi. Pasar tempat dia berbelanja sayuran untuk dijualnya kembali, katanya, juga tidak seramai sebelum-sebelumnya.
 
Saya membayangkan bila si penjual sayur disodorkan angka pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 yang mencapai 7,07%, dia pasti tidak percaya. Itu karena dia tidak merasakannya, yang ditunjukkan sepinya pembeli. Kiranya banyak pedagang segolongan tukang sayur itu, misalnya penjual pecel lele diberitakan banyak yang bangkrut, tidak memercayai pertumbuhan ekonomi fantastis itu tersebab mereka tidak merasakannya dalam kehidupan sehari-hari.
 
"Faktanya rakyat banyak masih susah, ratusan ribu UMKM macet, banyak PHK, usaha-usaha besar sesak napas," kata seorang teman mengomentari pertumbuhan ekonomi itu. Sebagai pegawai gajian dengan jabatan tinggi, teman itu semestinya tidak terlalu terdampak oleh pandemi covid-19. Dia kiranya masih merasakan pertumbuhan ekonomi. Mungkin dia sedang mencoba berempati, merasakan yang dirasakan tukang sayur, berpikiran serupa tukang sayur.
 
Teman lain mengunggah satu berita media daring di grup aplikasi pertukaran pesan. Judul berita itu Sepinya Pusat Perbelanjaan di Saat Ekonomi Tumbuh 7 Persen. Dengan mengunggah berita itu, teman tersebut kiranya tidak memercayai pertumbuhan ekonomi kita 7,07%. Kalau ekonomi tumbuh 7%, mengapa mal sepi, pikirnya. Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2021 sebesar 7,07%. Bila dibandingkan dengan triwulan I 2021, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan 3,31%. Jika dibandingkan dengan triwulan II 2020, atau secara year on year (yoy), perekonomian Indonesia tumbuh 7,07%. Secara kumulatif, Januari-Juni 2021 terhadap Januari-Juni 2020, ekonomi Indonesia tumbuh 3,10%.
 
Itu artinya, angka-angka pertumbuhan ekonomi berlaku sampai Juni 2021, ketika terjadi berbagai pelonggaran kegiatan masyarakat, saat belum berlangsung pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
 
Yang dirasakan tukang sayur dan tukang pecel lele bahwa pembeli sepi ialah dampak PPKM. Sebelumnya, tukang sayur dan tukang pecel lele kiranya merasakan pertumbuhan ekonomi 7,07% itu. Bukankah mereka mengeluh pembeli sepi setelah penerapan PPKM?
 
Pun pusat perbelanjaan kini sepi karena berbagai pembatasan selama PPKM. Sebelumnya, pusat berbelanjaan terbilang ramai. Pusat perbelanjaan merasakan dan menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,07% itu.
 
Apakah rakyat betul-betul merasakan pertumbuhan ekonomi? Pasti merasakan. Bukankah BPS menghasilkan angka statistik pertumbuhan ekonomi tidak dari langit, tetapi dari lapangan, dari yang dirasakan rakyat? Pemerintah melaksanakan berbagai program untuk menjaga ekonomi selama pandemi.
 
Pemerintah mengucurkan bantuan tunai, bantuan modal untuk UMKM, dan berbagai insentif individual untuk menjaga daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi kita sebagian besar ditopang konsumsi. Masyarakat menikmati dan merasakan berbagai program ekonomi pemerintah itu.
 
Pemerintah juga mengguyurkan insentif, misalnya pajak, kepada perusahaan-perusahan. Bagi perusahaan di dalam negeri, insentif tersebut memudahkan mereka melakukan ekspor. Bagi perusahaan asing, insentif menarik mereka berinvestasi di Indonesia. Walhasil, perusahaan-perusahaan itu tetap bisa berproduksi dan mempertahankan para pekerja bahkan merekrut pekerja baru. Itulah sebabnya ekspor dan investasi ikut menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,07% itu.
 
Bahwa rakyat merasakan pertumbuhan ekonomi bisa pula dilihat dari berkurangnya tingkat pengangguran. Data BPS menyebutkan tingkat pengangguran terbuka Februari 2021 sebesar 6,26%, turun 0,81% jika dibandingkan dengan Agustus 2020. Pertumbuhan ekonomi berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja.
 
Makin banyak masyarakat yang merasakan pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dari berkurangnya angka kemiskinan dan kesenjangan. Angka kemiskinan Maret 2021, menurut data BPS, berkurang 0,01 juta orang jika dibandingkan dengan posisi September 2020. Gini ratio yang menunjukkan kesenjangan pada Maret 2021 berkurang 0,001 jika dibandingkan dengan posisi Maret 2020. Di tengah pandemi covid-19, kita patut mensyukurinya meski pengurangan kemiskinan dan kesenjangan itu sangat tipis.
 
Bila masih ada orang atau pengusaha yang mengatakan tidak menikmati pertumbuhan ekonomi kendati mereka menerima bantuan, insentif, atau mendapat pekerjaan, itu namanya tidak mensyukuri nikmat, kufur nikmat. Kita semestinya mensyukurinya dan mengapresiasinya. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Vietnam, India, dan Jepang, pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi.
 
Yang mesti kita jaga ialah kondisi ekonomi akibat PPKM. Tukang sayur, tukang pecel lele, pengelola mal dan para tenant, serta masyarakat luas mulai merasakan dampak PPKM. Teman saya yang berpikiran serupa tukang sayur tadi bisa berkontribusi dengan membelanjakan duitnya, bukan cuma menabungnya, untuk menjaga ekonomi. Ekonomi triwulan III sangat bergantung pada perpanjangan PPKM. Namun, betapa pun kerasnya kita menjaga ekonomi, kita tak boleh mengecilkan pemulihan kesehatan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar DKI Jakarta PSBB pandemi covid-19 Anies Baswedan ppkm PPKM Mikro PPKM Darurat

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif