HARI Minggu ini merupakan hari yang istimewa bagi umat Kristiani. Perayaan Paskah mencapai puncaknya. Pengorbanan Isa Almasih diharapkan menginspirasi umat manusia untuk mau berkorban.
Tuhan menurunkan para nabi untuk menjadi contoh bagi umat manusia. Begitu banyak cerita pengorbanan yang dilakukan para nabi yang mengajarkan kita untuk tidak takut mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan.
Kita pantas untuk selalu diingatkan karena kita seringkali kikir. Kikir bukan hanya kepada harta benda saja, tetapi juga dalam menolong sesama. Kita seringkali berperilaku egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Kalau kita mengatakan itu bukanlah hanya isapan jempol. Apa yang kita lihat sehari-hari menunjukkan betapa banyak di antara kita yang begitu egois. Bahkan orang yang menyatakan dirinya sebagai wakil rakyat tidak memperjuangkan nasib rakyat yang diwakilinya.
Di tahun politik saat ini, kita berharap mereka yang berlomba untuk duduk di kursi parlemen paham akan tanggung jawab yang dipikulnya. Kehormatan yang mereka terima sebagai anggota dewan yang terhormat, harus diikuti dengan tanggung jawab.
Kita berulangkali mengingatkan makna dari istilah noblesse oblige. Di balik kehormatan itu ada tanggung jawab. Itu dua hal yang tidak bisa dipisah dan selalu menjadi satu kesatuan yang melekat. Sayang tidak semua kita mau menyadari akan hal itu. Kita cenderung lari terhadap yang namanya tanggung jawab. Kita hanya mau menikmati kehormatannya saja, karena ada kenikmatan yang bisa dirasakan.
Padahal ketika seseorang menyatakan ingin menjadi pemimpin, maka yang pertama dituntut darinya adalah pengorbanan. Seorang pemimpin selalu rela untuk menomorduakan kepentingannya, demi kehidupan yang lebih baik dari orang yang dipimpinnya.
Pemimpin sejati tidak pernah takut untuk menderita. Kalau pun ia harus menjadi korban, pemimpin seperti itu tidak pernah merasa gentar. Baginya itulah memang panggilan hidup yang harus ia jalani. Kita bisa melihat para bapak bangsa negeri ini. Yang namanya Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir hidup dalam kebersahajaan. Mereka bukanlah pribadi yang bergelimang dengan harta, meski sebenarnya mereka bisa mendapatkan itu.
Kita sungguh berharap pemimpin yang ada sekarang mau berbuat sama. Mereka mau memikirkan nasib dari bangsanya. Mereka seharusnya sedih dan tidak bisa tidur ketika masih ada warganya yang menangis karena kelaparan.
Kalau para pemimpin itu mau melihat dengan mata hatinya, maka mereka akan sadar betapa masih banyaknya warga bangsa yang hidup dalam penderitaan. Mereka membutuhkan uluran tangan bukan untuk dikasihani, tetapi diangkat agar bisa hidup mandiri.
Kita tidak bosan-bosan menyampaikan bahwa kita jangan hanya terlena kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Atau kepada tingginya pendapatan domestik bruto per kapita. Kenyataannya, kesenjangan antara yang kaya dan miskin begitu lebarnya.
Ketika pertumbuhan ekonomi hanya ditumpukan kepada sumber daya alam, maka hanya mereka yang dekat pusat kekuasaan yang bisa menikmatinya. Sebagian besar masyarakat lainnya hanya bisa menjadi penonton dan mereka tidak menikmati semua kemajuan itu.
Semua ini hanya bisa dibenahi ketika ada pemimpin yang peduli. Pemimpin yang hadir untuk menjadi orang yang menarik seluruh warga bangsanya untuk bisa maju. Pemimpin yang hadir untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsanya.
Momentum Paskah seharusnya menyadarkan kita semua akan hakikat dari pengorbanan tersebut. Semoga muncul kesadaran baru terutama dari para pemimpin bangsa ini untuk mau berkorban demi kemajuan bangsa dan negaranya.
Selamat Hari Paskah. Semoga Tuhan selalu memberkati perjalanan dari bangsa dan negara ini dalam mencapai kebaikan bersama.