Goyahnya Benteng Terakhir Keadilan
Goyahnya Benteng Terakhir Keadilan ()

Goyahnya Benteng Terakhir Keadilan

22 April 2016 08:49
TINGKAT kepercayaan publik terhadap Mahkamah Agung (MA) berjalan paralel dengan level integritas dan kredibilitas aparat di lembaga itu.
 
Semakin tinggi integritas dan kredibilitas aparat di MA, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan publik kepada lembaga yang disebut sebagai benteng terakhir bagi penegakan hukum itu.
 
Akan tetapi, tidak selamanya tingkat integritas dan kredibilitas aparat di MA sesuai dengan ekspektasi publik.
 
Dalam kasus terakhir, integritas aparat di lembaga itu bahkan semakin dipertanyakan. Setelah menangkap tangan Kepala Subdit Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) Perdata Khusus Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjerat seorang aparat yang menjadi perantara pengurusan perkara di MA.
 
Dalam sebuah operasi tangkap tangan, Rabu (20/4), KPK menangkap Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution.
 
Edy ditangkap KPK setelah menerima uang dari Doddy Aryanto Supeno, diduga perantara dari PT Paramount Enterprise yang sedang mengajukan PK.
 
Dari pengembangan operasi tangkap tangan terhadap Edy dan Doddy yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, kemarin, KPK menggeledah ruangan kerja dan rumah pribadi Sekretaris MA Nurhadi.
 
Di lokasi itu, petugas KPK menemukan sejumlah uang dan dokumen yang diduga terkait dengan sejumlah perkara.
 
Serangkaian operasi KPK tersebut menyodorkan fakta tentang adanya proses pengurusan perkara yang dilakukan hingga ke level PK di MA.
 
Pengurusan itu diduga sarat dugaan praktik suap-menyuap.
 
Fakta-fakta itu, suka tidak suka, membuat persepsi publik terhadap MA menjadi semakin tidak positif.
 
Jika menerima suap untuk pengurusan PK, Edy tentu tidak bertindak sendiri.
 
Karena otoritas pengurusan PK berada di lembaga MA, secara otomatis patut diduga ada oknum di benteng terakhir penegakan hukum itu yang bermain bersama Edy.
 
Fakta bahwa kemudian KPK menggeledah ruangan Sekjen MA Nurhadi dan membawa sejumlah dokumen dan uang tunai, serta mencekalnya, belum menjadi konfirmasi bahwa pejabat senior di MA tersebut terlibat dalam kasus perdagangan perkara.
 
Asas praduga tidak bersalah sepatutnya tetap kita terapkan dalam menyoroti kasus itu.
 
Akan tetapi, kita mendesak KPK untuk mengusut hingga tuntas dugaan suap dalam kasus pengurusan PK tersebut.
 
Pengusutan tuntas itu mendesak. Setelah penangkapan Andri Tristianto Sutrisna, upaya suap dalam pengurusan PK masih saja berlangsung, seperti yang terjadi pada kasus operasi tangkap tangan terhadap Edy.
 
Artinya, baik Andri maupun Edy jelas bukan pemain tunggal.
 
Kita sependapat dengan KPK bahwa baik Andri maupun Edy hanyalah 'gunung es' dari persoalan di MA. Kita pun percaya KPK sudah memiliki skema terbaik untuk mengungkap dan membongkar 'gunung es' di lembaga tersebut.
 
Kita mendukung sepenuhnya KPK dalam menuntaskan kasus di lembaga itu.
 
Semakin tuntas persoalan 'gunung es' diungkap dan dibongkar, akan semakin baik hal itu bagi MA.
 
'Gunung es' di MA itu identik dengan praktik yang sarat moral hazard.
 
Ia telah menyandera lembaga MA.
 
Karena itu, KPK harus membongkar praktik yang membuat benteng terakhir penegakan hukum itu goyah.
 
Bila benteng terakhir keadilan bernama MA telah jebol, ke mana lagi rakyat mencari keadilan?
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif