()

Tidak Elok Menunggak Perkara

27 Februari 2016 10:08
KESEPAKATAN antara Presiden dan DPR untuk menunda revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bukti sekali lagi bahwa lembaga antirasywah itu masih yang paling dipercaya untuk mengenyahkan korupsi dari negeri ini.
 
Penegak hukum satu ini harus diakui mampu mencuri hati publik dengan kemampuan dan kecepatan mereka melakukan penindakan perkara korupsi.
 
Itu sesungguhnya bisa menjadi modal KPK jilid IV untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
 
Tugas terberat mereka ialah menyelesaikan kasus-kasus yang tertunggak. Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut saat ini ada 42 kasus yang tertunggak sebagai warisan masa lalu.
 
Perkara-perkara itu seperti berada dalam ruang gelap, tak jelas kapan bakal naik status.
 
Inilah 'pekerjaan rumah' paling mendesak yang mesti diselesaikan KPK saat ini di bawah komando Agus Rahardjo.
 
Kepercayaan rakyat yang tinggi jelas tak boleh disia-siakan. Ia terlalu berharga untuk disepelekan.
 
Warisan kasus masa lalu mesti dapat cepat dibereskan agar KPK tak mirip seperti gudang penyimpanan barang-barang terbengkalai.
 
Jangan sampai justru pimpinan KPK periode ini mewariskan lagi warisan usang itu ke penerus mereka kelak.
 
Ini juga menjadi pelajaran penting, sangat penting, agar langkah KPK dalam menangani perkara korupsi di masa mendatang tak cuma mengandalkan kecepatan, tapi juga kecermatan, kedalaman, dan ketelitian.
 
Tentu tak elok jika akhirnya persepsi yang tertanam tentang KPK ialah 'hajar dulu, urusan belakang, yang penting menindak dahulu, kelengkapan bukti kemudian'.
 
Ketika KPK tak memiliki kemewahan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), di situlah semestinya keakuratan sekaligus kehati-hatian dalam penyelidikan sebuah perkara dimulai.
 
Jika kedua hal itu tak dijadikan ujung belati, boleh jadi akan ada banyak luka gara-gara ayunan belati yang tak terkontrol.
 
Celakanya, luka itu tak bisa 'disembuhkan' karena KPK tak punya exit strategy.
 
Kini bolehlah kita berharap kepada pimpinan KPK yang dua hari lalu kembali berjanji akan menyelesaikan tunggakan 42 kasus itu secara cepat.
 
Mereka berencana menyinergikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sehingga kasus-kasus lawas itu dapat segera dirampungkan.
 
Tak manusiawi juga menggantung nasib orang-orang yang telanjur dijadikan tersangka.
 
Tentu tak mudah, apalagi, mungkin, ada beberapa dari kasus-kasus tersebut sejatinya memang lemah dari sisi kelengkapan alat bukti.
 
Dalam kasus seperti itu, KPK mestinya tidak memaksakan diri, kemudian menyerahkan kasusnya ke pengadilan tipikor dan melemparkan bola panas tersebut ke tangan hakim.
 
Ketimbang mengumbar janji penuntasan, alangkah lebih baik apabila KPK memetakan lagi penyebab 42 kasus tersebut hingga bisa mangkrak sedemikian lama.
 
Dengan mengetahui persoalan, KPK bisa menentukan jalan keluar apa yang mesti dilakukan meskipun fakta ketiadaan instrumen SP3 bakal cukup membingungkan dalam mencari solusi.
 
Kita juga hendak mengingatkan penuntasan warisan kasus hanyalah sebagian dari tugas besar KPK dalam memberangus kejahatan luar biasa bernama korupsi.
 
Kasus-kasus baru bakal terus bermunculan yang sudah tentu memerlukan tangan kukuh KPK untuk membendungnya.
 
Karena itu, sebaiknya simpan janji-janji itu dan mulailah bekerja.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif