Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Menyikapi Temuan TPF Kasus Freddy

16 September 2016 05:51
DUGAAN keterlibatan aparat Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan TNI dalam kasus narkoba Freddy Budiman yang berkembang tidak lama setelah bandar narkoba itu dieksekusi berakhir sudah. Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Freddy Budiman, kemarin, merilis hasil investigasi yang secara umum menyatakan ocehan bandar narkoba yang dieksekusi pada 29 Juli 2016 itu tidak terbukti.
 
TPF Kasus Freddy menyatakan tidak menemukan fakta yang mendukung testimoni Freddy Budiman, seperti yang dirilis Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di media sosial dalam artikel berjudul Cerita Busuk dari Seorang Bandit.
 
Dalam testimoninya kepada Haris, Freddy menyebut ada aparat BNN dan Polri yang ikut terlibat dalam kejahatan. Freddy, antara lain, mengaku menyetor uang Rp450 miliar ke aparat BNN dan Rp90 miliar ke pejabat Polri. Sebulan setelah melakukan investigasi, TPF kasus Freddy ternyata tidak menemukan fakta tersebut. Akan tetapi, dugaan keterlibatan aparat bukannya sama sekali tidak terbukti. Dalam investigasi, TPF menemukan petunjuk akan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan perwira menengah berinisial KPS. KPS dilaporkan telah melakukan pemerasan sebesar Rp668 juta terhadap tersangka bernama Akiong.
 
Akiong alias Chandra Halim disebut-sebut merupakan gembong narkoba yang kelasnya lebih tinggi daripada Freddy. Dari Akiong itulah Freddy diduga mendapatkan dana untuk menjalankan operasi perdagangan narkoba. Akiong sudah divonis mati, tetapi belum dieksekusi. Kita menghormati hasil kerja TPF dalam kasus Freddy. Hasil investigasi TPF setidaknya telah memperkuat dugaan keterlibatan aparat. Dalam kaitan itu, sudah sepatutnya seluruh pihak menerima hasil investigasi tim yang anggotanya tidak hanya berasal dari Polri, tetapi juga dari berbagai unsur masyarakat.
 
Namun, kita mendesak agar temuan investigasi TPF tersebut ditindaklanjuti dengan proses hukum tanpa pandang bulu. Meski dugaan keterlibatan aparat seperti testimoni Freddy tidak didukung fakta, bukan berarti kita boleh membiarkan jika ada petunjuk lain mengenai dugaan keterlibatan aparat, betapa pun kecilnya petunjuk itu.
 
Aparat harus memeriksa Akiong. Bukan tidak mungkin dari Akiong penegak hukum mendapat petunjuk lebih hebat lagi tentang keterlibatan aparat lain dalam peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Untuk itu, kita juga mendesak pemeriksaan terhadap Akiong berlangsung transparan.
 
Di sisi lain, Polri dan lembaga penegak hukum lainnya juga tidak perlu bersikap reaktif, apalagi defensif. Polri akan lebih bijak jika menanggapi pengungkapan testimoni Freddy oleh Haris Azhar sebagai bahan introspeksi dan masukan bagi lembaga itu untuk memperbaiki kinerja. Tidak bijak bila Polri, BNN, atau TNI memerkarakan Haris Azhar secara pidana. Aparat semestinya menjadikan apa yang dilakukan Haris sebagai bentuk peran aktif masyarakat dalam memberantas peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Sikap positif semacam itu jauh lebih produktif untuk memenangi perang melawan narkoba.
 
Perang melawan narkoba sebagai kejahatan luar biasa haruslah dilakukan dengan cara-cara luar biasa pula. Partisipasi masyarakat, sebagaimana yang dilakukan Haris, amat berharga dalam memerangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Bila aparat memerkarakan Haris, bukan tidak mungkin masyarakat menjadi enggan melaporkan kejahatan narkoba yang diketahui mereka kepada aparat. Namun, lebih penting lagi aparat membersihkan anggota mereka yang terlibat peredaran gelap narkoba. Bukankah kita tidak mungkin membersihkan lantai dengan sapu kotor?
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase narkoba

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif