Guru Besar IPB University Bidang Fisika Teori Husin Alatas memverifikasi berita yang beredar. Dia menjelaskan setiap tahun posisi aphelion bumi berlangsung pada kisaran awal Juli.
"Pada 2022 diperkirakan akan jatuh pada tanggal 4," kata pengajar mata kuliah Fisika Sistem Kompleks pada Program Studi Sarjana (S1) Fisika IPB itu dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat, 25 Februari 2022.
Sementara itu, titik perihelion dicapai bumi pada 4 Januari 2022. Apabila dibandingkan dengan rata-rata jarak antara bumi dan matahari, maka penyimpangan titik aphelion hanya 1,68 persen, demikian juga dengan titik perihelion.
Hal ini bersesuaian dengan nilai eksentrisitas orbit bumi yang bernilai 0.01671 atau dengan kata lain orbit bumi pada hakikatnya hampir berupa lingkaran. Husin menyebut efek yang ditimbulkan kemiringan poros rotasi bumi dibandingkan dengan bidang orbit sebesar 23 derajat menimbulkan perbedaan musim antara bumi bagian utara dan selatan, maka efek dari aphelion dan perihelion praktis relatif sangat kecil terhadap cuaca di bumi.
"Oleh karena itu, cuaca ekstrem yang dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan, seperti munculnya gejala batuk dan pilek, kecil kemungkinannya disebabkan oleh kedua posisi bumi dari matahari tersebut," kata Husin.
Sekretaris Eksekutif Center for Tranadisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University itu menyebut pemanasan global berpeluang lebih memberikan dampak signifikan terhadap terjadinya kondisi cuaca ekstrem belakangan ini. Dia menyebut fenomena aphelion hanya berlangsung sangat singkat dan tahun ini aphelion akan terjadi pada 4 Juli 2022 pukul 14.10 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB).
Jarak antara bumi dengan jarak matahari mencapai 152.098.455 kilometer. Sementara itu, perihelion terjadi pada 4 Januari 2022 pukul 13.52 WIB dengan jarak bumi dan matahari mencapai 147.105.052 kilometer. (https://www.timeanddate.com/astronomy/perihelion-aphelion-solstice.html).
"Secara fisik sulit untuk merasakan efek dari posisi aphelion dan perihelion, mengingat penyimpangan intensitas energi matahari yang sampai ke bumi dibanding dengan rata-rata tahunan hanya berkisar 3,5 persen saja," jelas Husin.
Aphelion dan perihelion merupakan dinamika rutin alam yang terkait dengan orbit bumi yang berbentuk eliptik. Dia menyebut hal itu tidak perlu diposisikan sebagai sebuah fenomena yang berdampak negatif bagi kesehatan yang dapat dimunculkan pada dinamika cuaca.
Kedua posisi istimewa bumi tersebut praktis berdampak relatif kecil dibandingkan dengan kondisi rata-rata. Sehingga, kecil peluang untuk menimbulkan kondisi perubahan cuaca ekstrem.
“Menghindari hoaks terkait fenomena alam yang dikaitkan dengan kondisi buruk tertentu perlu dilakukan dengan mengupayakan sikap kritis dan skeptis dan bersandar pada sains yang benar dan bukan pada pseudo-sains,” tutur dia.
Baca: Hati-hati Hujan Es Berbahaya untuk Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News