Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menjelaskan, LQC yang dicabut rekomendasinya merupakan produk tanpa izin edar dan sebelumnya digunakan sebagai produk donasi dalam percepatan penanganan covid-19. Sementara itu, ada pula produk LQC yang mempunya izin edar BPOM sebagai obat tradisional.
Ia menyampaikan terdapat perbedaan komposisi dalam produk LQC donasi dengan yang terdaftar di BPOM. Dalam produk donasi terkandung bahan ephedra yang masuk dalam negative list bahan obat tradisional berdasarkan ketentuan BPOM No: HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
"Komponen ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh salah satunya meningkatkan tekanan darah," kata Zullies mengutip siaran pers Unpad, Selasa, 25 Mei 2021.
Baca: Kendalikan Kasus DBD dengan Si Wolly Nyaman
Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik itu menyampaikan bahwa produk LQC merupakan herbal yang biasanya digunakan untuk meringankan gejala influensa. Namun demikian, saat ini terjadi kekeliruan infromasi di masyarakat terhadap produk ini.
"Ada misleading di masyarakat, produk ini diklaim bisa sembuhkan covid-19. Padahal, BPOM tidak pernah mengeluarkan izin edar bagi produk LQC untuk penanganan covid-19," paparnya,
Ia pun mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan produk obat tardisional. Guna memastikan keamanan produk herbal, masyarakat diminta untuk terlebih dahulu memastikan produk telah terdaftar di BPOM dan memperoleh izin edar. Langkahnya dengan mengecek produk melalui website BPOM yaitu https://cekbpom.pom.go.id/.
Selain itu, ia meminta masyarakat untuk tidak cepat percaya dengan berbagai promosi produk herbal yang kurang jelas kandungan di dalamnya. Lalu, upayakan untuk membeli produk-produk herbal di tempat-tempat resmi seperti apotik dan konsultasikan ke apoteker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News