Foto: Noel Hendrickson/Getty Images
Foto: Noel Hendrickson/Getty Images

Anak Diam-diam Tertarik dengan Orang Tua? Mengenal Kompleks Oedipus

Riza Aslam Khaeron • 05 Desember 2024 15:51
Jakarta: Kompleks Oedipus adalah fenomena psikologis yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, bapak psikoanalisis, yang menggambarkan ketertarikan emosional dan seksual anak laki-laki terhadap ibunya serta persaingan dengan ayahnya.
 
Sebaliknya, anak perempuan bisa mengalami hal serupa yang disebut Kompleks Elektra—tertarik pada ayahnya dan cemburu terhadap ibunya. Benarkah? Yuk simak.
 

Apa Itu Kompleks Oedipus?

Kompleks Oedipus biasanya muncul pada anak usia tiga hingga lima tahun. Freud percaya bahwa pada tahap ini, anak laki-laki akan mengembangkan ketertarikan terhadap ibunya dan melihat ayahnya sebagai saingan.
 
Nama "Oedipus" diambil dari mitologi Yunani, di mana Oedipus tanpa sadar membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.

Pada kasus anak perempuan, fenomena ini dikenal sebagai Kompleks Elektra. Mereka cenderung merasa dekat dengan ayahnya dan menganggap ibunya sebagai pesaing.
 
Freud berpendapat bahwa akhirnya anak-anak akan menekan keinginan tersebut dan mengidentifikasi diri dengan orang tua yang berjenis kelamin sama, yang menjadi kunci dalam pembentukan moralitas dan sosial mereka.
 
Jika anak gagal mengatasi fase ini, mereka berisiko mengalami "neurosis infantil", yaitu gangguan kecemasan yang berakar dari konflik yang tidak terselesaikan di masa kecil.
 
Selama periode kompleks ini, anak-anak sering merasa takut terhadap orang tua yang sejenis kelamin, yang dikenal sebagai "ketakutan kastrasi".
 
Menurut Freud, ketakutan ini menjadi salah satu alasan mengapa anak-anak akhirnya menekan keinginan mereka dan mulai meniru perilaku orang tua yang sama jenis kelaminnya, yang pada akhirnya membentuk superego atau sistem moral dalam diri mereka.
 

Dampak Terhadap Perkembangan Psikologis

Freud yakin bahwa mengatasi Kompleks Oedipus dengan sukses adalah salah satu pencapaian penting dalam perkembangan psikologis anak. Hal ini berperan dalam pembentukan superego—kontrol moral dan etika dalam kepribadian.
 
Ketika anak berhasil melewati fase ini, mereka menginternalisasi aturan sosial dan moral dari orang tua mereka, yang menjadi dasar bagi moralitas di masa dewasa.
 
Sebaliknya, jika gagal, anak mungkin mengalami dampak jangka panjang, seperti konflik emosional yang mengganggu hubungan mereka dengan orang lain.
 
Anak laki-laki yang tidak bisa mengatasi perasaan persaingan terhadap ayahnya mungkin tumbuh dengan rasa tidak percaya diri atau bahkan cenderung bermusuhan terhadap figur otoritas.
 
Begitu juga anak perempuan yang kesulitan mengatasi Kompleks Elektra dapat menghadapi kesulitan dalam menjalin kedekatan emosional dengan pasangan di masa dewasa.
 
Penelitian yang dilakukan oleh Lawrence Josephs, N. Katzander, dan A. Goncharova mencoba menguji aspek tertentu dari teori Freud ini.
 
Mereka melakukan eksperimen di mana peserta diberi cerita tentang "primal scene"—situasi di mana anak tanpa sengaja melihat orang tua mereka melakukan hubungan seksual.
 
Hasilnya menunjukkan bahwa paparan terhadap cerita tersebut memicu respons emosional yang serupa dengan respons terhadap perselingkuhan pasangan, yang membuktikan bahwa pengalaman ini dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam.
 
Temuan ini mendukung pandangan Freud bahwa anak mungkin menganggap pengalaman ini sebagai bentuk pengkhianatan, yang bisa memicu konflik batin di kemudian hari.
 

Masih Relevankah?

Teori Freud tentang Kompleks Oedipus banyak dikritik, terutama karena kurangnya bukti empiris dan keterbatasannya dalam menjelaskan keluarga modern, seperti keluarga dengan orang tua sesama jenis atau keluarga tanpa salah satu orang tua.
 
Joel Kupfersmid dalam penelitiannya menunjukkan bahwa meskipun Kompleks Oedipus sering dianggap sebagai inti dari neurosis menurut Freud dan beberapa psikoanalis, tetapi hanya sedikit bukti yang mendukungnya.
 
Kupfersmid menyimpulkan bahwa Kompleks Oedipus mungkin lebih tepat dipandang sebagai konsep teoritis dengan relevansi yang terbatas.
 
Meski begitu, Jacques Lacan, seorang psikoanalis ternama, menganggap bahwa Kompleks Oedipus tetap relevan sebagai simbol perjuangan individu dalam menghadapi dorongan instingtual dan batasan sosial.
 
Lacan melihat Kompleks Oedipus bukan hanya tentang ketertarikan seksual anak terhadap orang tua, tetapi lebih pada dinamika hubungan awal yang membentuk identitas seseorang.
 
Dinamika ini, yang melibatkan cinta, ketakutan, dan persaingan, memberikan wawasan tentang bagaimana hubungan keluarga dapat membentuk kepribadian dan perilaku seseorang.
 
Sebagai contoh, dalam penelitian lanjutan oleh Lawrence Josephs dan timnya, mereka menemukan bahwa peserta yang diberi skenario di mana mereka "memenangkan" perhatian orang tua dari lawan jenis menunjukkan peningkatan sikap seksual yang lebih liberal dibandingkan dengan kelompok kontrol.
 
Ini menunjukkan bahwa aspek dari Kompleks Oedipus, seperti keinginan mendapatkan perhatian orang tua lawan jenis, masih berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seksual seseorang di masa dewasa.
 
Kompleks Oedipus tetap menjadi salah satu konsep paling menarik dan kontroversial dalam dunia psikologi. Ia menggambarkan bagaimana hubungan awal antara anak dan orang tua bisa memengaruhi perkembangan psikologis anak.
 
Meski banyak kritik yang diarahkan padanya, teori ini tetap menawarkan perspektif berharga tentang dinamika keluarga, konflik batin, dan pembentukan moralitas seseorang.
 
Penelitian modern juga menunjukkan bahwa aspek dari Kompleks Oedipus, seperti reaksi terhadap "primal scene" dan upaya mendapatkan perhatian dari orang tua, masih relevan dalam memahami dinamika psikologis kita hari ini.
 
Baca Juga:
Ada 3 Karakteristik ADHD, Yuk Kenali Satu Per Satu Beserta Gejalanya!

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan