“Kita memiliki kekayaan sumber daya pewarna alami secara turun temurun,” kata peneliti pewarna alami UGM, Edia Rahayuningsih, dikutip dari laman ugm.ac.id, Rabu, 23 Februari 2022.
Edia bersama enam peneliti lain dibantu tiga peneliti dari mitra industri serta 25 mahasiwa mengembangkan industri pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk pewarna alami. Tim peneliti UGM yang tergabung dalam kelompok riset Indonesia Natural Dye Institute Universitas Gadjah Mada (INDI-UGM) melakukan program hilirisasi produk purwarupa.
Tim menggandeng CV Karui Jayapura membangun miniplant produksi serbuk pewarna alami dari limbah industri penggergajian dari kayu Merbau di Jayapura Papua. “Limbah dari hasil hutan ini sangat potensial digunakan sebagai sumber bahan baku industri pewarna alami,” kata Edia.
Edia mengungkapkan produk samping dan limbah dari hasil hutan di Papua bisa mencapai 20-40 persen dari total massa pohon. Sayangnya, selama ini limbah belum dimanfaatkan optimal dan biasanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau dibakar sehingga menjadi masalah di lingkungan.
Dia menuturkan melalui pendanaan dari Kemendikbud pihaknya telah mengirim alat untuk miniplant ke Papua. Dana bersumber dari Program Dana Padanan atau Matching Fund, 2021 Batch 9 Kedaireka DIKTI dan dilaksanakan dengan pengawalan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM dan dana dari mitra.
Pihaknya telah memproduksi alat untuk pengolahan serbuk alami yang dikelola CV Karui Jayapura. “Serbuk pewarna alami ini bisa mencapai 1,4 kuintal per hari karena bahan baku melimpah,” kata dia.
Edia berharap miniplant produk serbuk pewarna alami ini bisa dikembangkan ke tahap komersialisasi dari dukungan pemerintah, industri, dan komunitas. Hak itu agar bisa digunakan perajin batik, industri tekstil, dan mendukung program SDGs.
Dia menuturkan pewarna alami juga bisa dibuat dari bahan baku yang berasal dari tanaman indigofera, limbah kakao, limbah sawit, dan limbah kulit kayu mangrove.
Rektor UGM, Panut Mulyono, mengapresiasi peresmian dimulainya produk serbuk pewarna alami yang berlokasi di Jayapura, Papua. Panut menyebut hal itu bisa menggerakkan perekonomian masyarakat Papua karena bisa memasok bahan baku pewarna alami untuk perajin batik dan industri tekstil.
“Pewarna alami ini bisa menjadi substitusi dari pewarna sintetis dan harapannya kita ke depan bisa menjadi eksportir untuk pewarna alami,” tegas dia.
Inisiator INDI-UGM, Ika Dewi Ana, mengatakan sebelum menghasilkan miniplant produk serbuk pewarna alami, peneliti selama ini sudah bekerja keras mengembangkan teknik industri untuk menghasilkan pewarna alami berkualitas. “Dari mengorek sejarah, filosofi, dan teknik industri pewarna alam sampai meneliti kestabilan warna agar tidak cepat luntur. Saya kira inovasi pewarna alami ini menjadi bagian dari teknologi masa depan,” kata dia.
Direktur CV Karui Jayapura, Alexander Sorondanya, mengaku sangat beruntung dan bersyukur diajak bekerja sama dengan peneliti UGM. Dia tidak menyangka limbah kayu Merbau yang dibuat begitu saja ternyata bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna bagi industri tekstil.
“Tidak terpikirkan sebelumnya. Setelah ketemu Bu Edia kita diberitahu tentang potensi Merbau bisa diolah menjadi zat pewarna alami,” beber dia.
Baca: Lulusan UGM Diharapkan Tak Berhenti Lakukan Penyempurnaan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id