Spektrometer Pentakromatik buatan mahasiswa ITS. DOK ITS
Spektrometer Pentakromatik buatan mahasiswa ITS. DOK ITS

Mahasiswa ITS Ciptakan Alat Pendeteksi Polutan dalam Limbah Industri

Renatha Swasty • 28 Desember 2022 10:26
Jakarta: Tim mahasiswa dari Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan inovasi baru berupa Spektrometer Pentakromatik. Inovasi dibuat lantaran sektor industri menghasilkan berbagai larutan limbah, di mana 80 persennya dibuang tanpa pengolahan tepat loantaran kegagalan mengidentifikasi kandungan limbah tersebut.
 
Tim mengembangkan Spektrometer Pentakromatik dengan jaringan syaraf tiruan untuk identifikasi polutan organik dan anorganik dalam air limbah industri. Kandungannya perlu diidentifikasi terlebih dahulu agar proses pengolahan tepat dapat ditentukan untuk dapat mengolah larutan limbah.
 
Alat seperti spektrometer pentakromatik diperlukan supaya dapat mengidentifikasi kandungan larutan limbah dengan cepat dan akurat. Salah satu anggota tim, Safri Aulia Rusdi, menjelaskan spektrometer pentakromatik bekerja dengan cara menentukan absorbansi cahaya tampak oleh suatu larutan. Kandungan larutan tersebut dapat ditentukan dengan mengetahui absorbansi cahaya.

“Limbah saat diuji dengan spektrometer ini akan menghasilkan suatu spektrum absorbansi,” papar Rusdi dikutip dari laman its.ac.id, Rabu, 28 Desember 2022.
 
Cahaya tampak yang dimaksud ialah cahaya yang dapat dilihat mata telanjang manusia dengan panjang gelombang antara 380 sampai 750 nanometer. Untuk alat ini, cahaya dipancarkan oleh lima lampu LED dengan warna berbeda-beda, yaitu ungu, hijau, biru, kuning, dan merah.
 
Rusdi menjelaskan untuk menggunakan alat ini pertama-tama larutan diletakkan di sebuah kuvet dan dimasukkan ke dalam alat. Lalu, cahaya dari lima lampu LED dipancarkan melalui larutan limbah sehingga sebagian dari cahaya tersebut diabsorpsi oleh larutan.
 
“Nilai absorbansi tersebut lalu ditentukan oleh sebuah detektor menggunakan prinsip hukum Lambert-Beer,” tutur Rusdi.
 
Dia menyebut setiap larutan akan memiliki tingkat absorbansi unik terhadap lima warna yang dipancarkan. Misalnya, bila sebuah larutan mengabsorpsi cahaya merah berlebihan, tingkat absorbansi cahaya merah tersebut akan memiliki nilai tinggi dan begitu pula sebaliknya.
 
Tahap terakhir dari proses ini ialah memasukkan nilai-nilai absorbansi larutan terhadap semua lima warna cahaya ke dalam sebuah komputer. Komputer ini akan menggunakan algoritma Jaringan Saraf Tiruan Feed Forward Neural Network (JST FFNN) untuk mencocokkan nilai-nilai absorbansi yang telah didapatkan oleh spektrometer pentakromatik dengan database yang telah dibuat sebelumnya.
 
“Setelah ini, kandungan larutan dapat langsung teridentifikasi,” ujar dia.
 
Rusdi mengatakan proses ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses menggunakan spektrometer ultraviolet (UV) yang lebih konvensional. Pertama, proses ini relatif lebih cepat.
 
Setelah memasukkan kuvet ke dalam alat dan mengambil pengukuran absorbansi cahaya, kandungan larutan dapat ditentukan saat itu juga. “Proses identifikasi kandungan menggunakan spektrometer UV bisa satu hari atau lebih,” tutur mahasiswa Departemen Teknik Fisika ITS ini.
 
Rusdi menyebut biaya pembuatan spektrometer pentakromatik ini relatif lebih murah. Total, biaya produksi spektrometer pentakromatik sekitar Rp2 juta. Biaya ini sudah termasuk keseluruhan komponen dan upah pekerja.
 
“Spektrometer biasa itu bisa sampai belasan juta rupiah, Rp14 juta ke atas biasanya,” ucap dia.
 
Rusdi memaparkan alat ini masih memiliki potensi pengembangan cukup luas dengan kelebihan-kelebihan tersebut. Tingkat keakuratan alat ini dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan cara memperbaiki algoritma JST FFNN beserta database-nya.
 
Tidak hanya itu, kuvet yang digunakan sebagai tempat penampung larutan dapat dihubungkan langsung dengan saluran air limbah. Hal itu agar proses identifikasi limbah dapat dilakukan lebih cepat lagi.
 
Berkat kerja keras seluruh anggota tim yang dibimbing dosen Departemen Fisika ITS Ruri Agung Wahyuono, spektrometer pentakromatik ini dapat dikembangkan dengan sukses. Tim Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) ini membantu menyukseskan ITS meraih peringkat III di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-35 dengan mendapatkan medali emas dan perunggu pada kelas Poster dan Presentasi.
 
Baca juga: Drafta Indonesia, Inovasi Karya Mahasiswa ITS Bantu Wujudkan Karier Impian

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan