Ilustrasi. AFP
Ilustrasi. AFP

Pakar UGM: Fenomena Hari Tanpa Bayangan Potensial Menarik Wisatawan

Arga sumantri • 15 Oktober 2021 10:57
Yogyakarta: Beberapa kota di Indonesia pada Oktober 2021 mengalami hari tanpa bayangan atau kulminasi. Jika tidak terjadi perubahan apapun atau semuanya dalam kondisi normal-normal saja, maka fenomena hari tanpa bayangan ini dinilai sebagai fenomena yang selalu terjadi setiap tahun.
 
Sekretaris Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani mengatakan, secara teori bumi berputar pada sumbunya atau sering disebut dengan rotasi. Kemudian bumi juga bergerak mengelilingi matahari yang disebut sebagai revolusi.
 
Jadi, adanya rotasi dan revolusi bumi itu menyebabkan posisi manusia terhadap matahari selalu berubah. Biasanya, kata dia, pada 21 Maret atau 21 Oktober, matahari berada di atas ekuator atau titik nol lintang, biasanya titik lintang nol itu ada di Pontianak, Kalimantan dan sebagian di Sumatra Barat. 

"Biasanya pada saat matahari pas di atas titik nol maka posisi matahari itu tidak akan menimbulkan bayangan," ujar Emilya mengutip siaran pers UGM, Jumat, 15 Oktober 2021.
 
Baca: Bukan Kenaikan Air Muka Laut, Ini Penyebab Jakarta Berpotensi Tenggelam
 
Emilya menjelaskan kenapa beberapa kota di Indonesia mengalami fenomena hari tanpa bayangan, karena Indonesia memiliki lintang kecil bukan lintang besar. Makin besar lintangnya, biasanya sudut jatuh matahari makin besar. Ia menyebut, jika sudut jatuhnya makin besar, maka meskipun matahari berada di atas lokasi, tetap saja ada bayangan.
 
"Karena lintang kita yang berada di Indonesia lintangnya kecil, paling besar 5-11 derajat lintang selatan, dan itu termasuk lintang kecil maka sudut jatuh sinar matahari ke bumi kecil makanya tidak ada bayangan pas matahari di atas lokasi di Indonesia," jelasnya.
 
Ia menuturkan fenomena ini bisa terjadi setiap tahun. Meski begitu, tidak semua tempat (daerah) bisa mengalaminya. Tergantung lintang di wilayah tersebut besar atau kecil terhadap posisi matahari.
 
Meski terjadi setiap tahun pada 21 Maret dan 21 Oktober, fenomena hari tanpa bayangan tidak bisa disebut sebagai penanda pergantian musim. Meskipun diakui pergerakan semu matahari (karena yang bergerak sesungguhnya bumi) ke lintang selatan selalu di akhir-akhir bulan Oktober.
 
"Biasanya musim penghujan kita itu kan di bulan Oktober. Tapi tidak selalu karena musim penghujan atau kemarau itu bisa maju, bisa mundur," ucapnya.
 
Baca: Mengupas Sejarah Hingga Penyebab Citra Negatif Ronggeng
 
Melihat kalender yang pasti, menurut Emilya, hari tanpa bayangan yang terjadi setiap 21 Maret dan 21 Oktober bisa menjadi potensi yang menarik untuk wisatawan. Terlebih untuk turis asing karena di negara mereka tidak mungkin menemui fenomena hari tanpa bayangan.
 
Sebagian besar dari mereka berada di lintang 23 derajat baik di lintang selatan maupun lintang utara. Para turis asing tidak akan mungkin mengalami fenomena semacam ini karena sudut jatuhnya sinar matahari di negara mereka besar.
 
"Kalau mau dijual sebagai agenda wisata bisa saja. Bisa karena di tempat-tempat lain juga menjual fenomena-fenomena semacam ini, seperti fenomena Aurora, fenomena yang terjadi di daerah-daerah Kutub. Fenomena aurora adalah terjadinya radiasi matahari yang dipantulkan. Itu kan dijual oleh mereka karena mereka tahu waktu-waktunya, karenanya kita juga bisa jual ini hari tanpa bayangan," terangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan