Dengan penandatanganan MoU ini, diharapkan dapat menggenjot terwujudnya kemandirian riset di Tanah Air. Termasuk dalam kolaborasi dengan BRIN kali ini, harapannya tidak hanya dapat mengembangkan riset dasar dan terapan, namun juga dapat menghilirisasikannya ke industri.
"Sehingga ada komersialisasi untuk nilai tambah riset, membuka lapangan kerja, dan kemandirian riset di Indonesia pun akan semakin kuat," kata Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal dalam keterangannya usai penandatanganan MoU.
Menurut Fasli, sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan merupakan salah satu dampak positif yang muncul dari pandemi covid-19. Di mana terjadi percepatan yang luar biasa dalam pengembangan berbagai inovasi tanpa perlu bergantung pada produk luar negeri
"Kita perkuat kemampuan diagnostik, bersama dengan BRIN dan Biofarma kembangkan kit yang harganya 5 kali lipat bisa kami produksi sendiri," beber Fasli.
Untuk kerja sama dengan BRIN, kata Fasli, ia ibaratkan seperti layanan one stop service, mengingat BRIN memiliki tidak hanya fasilitas, namun juga sumber daya manusia yang lengkap untuk dimanfaatkan bagi kepentingan bersama.
"Salah satu yang akan dikerjasamakan dengan BRIN adalah pemanfaatan kecerdasan buatan untuk pelayanan kesehatan," kata Fasli.
Fasli mengatakan, saat ini Yarsi tengah melakukan uji coba pendataan pasien IGD dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk mempertajam diagnosa. Bahkan AI dapat membantu RS untuk memperkirakan seberapa lama pasien akan dirawat.
"Jadi dengan AI bisa mempertajam diagnosa, berapa lama pasien dirawat, obat apa yang efektif, perlukah klasterisasi menurut umur dan jenis kelamin. Lebih cepat, efektif, dan efisien. Ini sedang dicobakan untuk penggunaan AI untuk ICU dan di sinilah pendampingan dari BRIN diperlukan," kata Fasli.
Sementara Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri BRIN Mulyadi Sinung Harjono mengatakan, kerja sama riset ini memerlukan waktu, sehingga diskusi akan dilanjutkan setelah penandatangana MoU. Salah datu yang akan dikerjasamakan dengan Universitas Yarsi terkait riset genomik, riset implan gigi dan tulang.
Terkait dengan AI, Sinung mengatakan teknologi kecerdasan buatan yang dipakai dalam pelayanan medis yang sekarang sedang dikembangkan tersebut hanya bertugas sebagai penanda tentang penyakit, waktu kunjungan pengobatan, lama rawat inap hingga jenis-jenis obat apa saja yang dikonsumsi pasien.
"AI itu sebagai tanda, bukan berarti AI yang memutuskan, karena yang memutuskan tetap dokter. AI memberikan tanda-tanda saja yang membantu diagnosa," pungkasnya.
Baca juga: Peneliti Unpad Manfaatkan Matematika untuk Kendalikan DBD hingga Covid-19 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News