Manager Digital Intelligence Lab CfDS, Paska Darmawan mengatakan, 98,9 persen responden mengaku tahu maksud data pribadi. Namun, hanya 18,4 persen responden yang bisa membedakan mana data pribadi dan bukan.
"Hanya 18,4 persen responden saja yang mampu mengidentifikasi jenis-jenis data pribadi secara lengkap dan benar," kata Paska mengutip siaran pers UGM, Jumat, 3 Desember 2021.
Menurut dia, hasil ini menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi masyarakat tentang data pribadi dan realitanya.
"Setelah responden ditanyakan terkait persepsi mereka terkait pengetahuan data pribadi, responden kemudian diuji menentukan. Apakah data A termasuk data pribadi atau tidak, data B termasuk data pribadi atau tidak," jelasnya.
Baca: Mahasiswa ITS Ciptakan Drone Kapal Pencari Korban Kecelakaan Laut
CfDS UGM berharap upaya-upaya untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat semakin digalakkan. CfDS UGM merekomendasikan pendekatan multi stakeholder, baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan tingkat dasar sampai universitas, sektor privat/platform teknologi, serta lembaga masyarakat, guna mencapai capaian tersebut.
Selain itu, survei CfDS UGM menunjukkan sebanyak 88,4 persen responden sangat setuju bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera disahkan. Survei juga menunjukkan responden memiliki kekhawatiran yang tinggi terhadap penyalahgunaan data pribadi mereka.
"Sebanyak 78,7 persen responden mengaku sangat khawatir jika data pribadi mereka disalahkan oleh perusahaan, pemerintahan, maupun pihak ketiga," ungkapnya.
Survei ini dilakukan pada 21 Oktober sampai 1 November 2021. Survei dilakukan kepada 2.401 responden yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Semua responden diketahui berada dalam rentang usia 13-80 tahun. Mayoritas responden atau sebanyak 53,3 persen memiliki ijazah SMA/sederajat, serta 27,5 persen lainnya memiliki ijazah strata 1 atau sarjana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News