Ubi ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan ubi di wilayah lainnya, yaitu rasanya yang manis karena adanya kandungan gula madu, struktur dagingnya kenyal dan teksturnya yang lembut.
Tak jarang masyarakat juga menyebut ubi Cilembu sebagai ubi madu. "Tanah Cilembu dipercaya menyediakan habitat unik bagi bakteri rhizosphere dan endofit yang baik bagi kekhasan ubi Cilembu,” ungkap Ketua Tim PKM RSH, Siti Nuriyah Hasanah, Minggu, 18 September 2022.
Namun sayangnya, lanjut dia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan bahwa luas lahan panen dan jumlah produksi ubi Cilembu mengalami penurunan. Dari data tersebut terungkap, luas panen menurun sebesar 25 persen.
Sementara jumlah produksi ubi juga menurun sebesar 24 persen pada tahun 2019 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Penurunan ini diduga akibat pola penanaman ubi secara terus-menerus yang dilakukan oleh petani untuk memenuhi permintaan pasar. Padahal pola tanam secara komersial seperti ini dapat menjadikan tanaman Ubi Cilembu rentan terserang hama. Selain itu, hal ini juga dapat berdampak pada terancamnya keunikan habitat (Ecological niche) bagi kekhasan ubi Cilembu,” ujar Siti.
Mahasiswa IPB University melakukan survei langsung di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Sumedang pada tanggal 5 sampai 17 Juli 2022. Survei dilakukan kepada 74 petani Ubi Cilembu yang masih aktif melakukan penanaman ubi.
“Berdasarkan hasil survei, didapatkan bahwa terdapat 92 persen atau sebanyak 68 petani yang melakukan penanaman ubi lebih dari satu kali dalam setahun. Sehingga petani tersebut dikategorikan sebagai petani komersial. Sedangkan hanya delapan persen sisanya petani yang melakukan pola penanaman secara bergilir (sequential) sebagai upaya preservasi atau pelestarian,” ungkapnya.
Temuan riset juga mengungkapkan bahwa didapatkan nilai rataan Willingness to Accept (WTA) petani sebesar Rp 3250,046 per kilogram (kg). Nilai ini merupakan nilai minimum yang dapat diterima petani untuk dapat beralih dari pola penanaman secara komersial menjadi preservasi.
Apabila saat ini harga ubi Cilembu mentah di tingkat petani sebesar Rp 6000/kg, maka petani bersedia beralih ke pola penanaman bergilir bila harga di tingkat petani menjadi Rp 9250,046/kg.
“Kami berharap dengan adanya hasil riset ini dapat menjadi pertimbangan kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Sumedang untuk mendukung petani dalam menerapkan pola penanaman yang bersifat preservasi,” ujar Siti.
Tim yang tergabung ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM RSH) ini beranggotakan Siti Nuriyah Hasanah (Agribisnis), Endah Mulyani (Ekonomi Sumberdaya Lingkungan), Novita Dyah Wulandari (Agronomi dan Hortikultura), dan Alya Fauzia (Ilmu Keluarga dan Konsumen). Tim didampingi oleh Dr Nia Kurniawati Hidayat, dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM).
Baca juga: Sering Overthinking? Dosen IPB Ungkap Penyebab dan Cara Mengatasinya |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News