psikolog sekaligus dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia Nur Islamiah. DOK IPB
psikolog sekaligus dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia Nur Islamiah. DOK IPB

Sering Overthinking? Dosen IPB Ungkap Penyebab dan Cara Mengatasinya

Renatha Swasty • 09 September 2022 18:04
Jakarta: Ilmu psikologi menjelaskan overthinking adalah berpikir terus-menerus mengenai hal negatif. Overthinking setidaknya memiliki dua bentuk. 
 
Pertama, merenungkan kejadian yang tidak menyenangkan di masa lalu, misalnya dengan memunculkan pikiran ‘kalau saja saat itu saya tidak melakukan hal tersebut’. Kedua, mengkhawatirkan sesuatu hal yang belum terjadi di masa depan.
 
Overthinker sering memikirkan sesuatu yang bukan kapasitas dirinya untuk mengendalikan hal tersebut, sehingga sering timbul penyesalan terhadap masa lalu, serta ketakutan dan kegelisahan dalam menghadapi masa depan.  

“Berbeda dengan memikirkan sebuah solusi akan suatu masalah, overthinking cenderung mendramatisasi kejadian yang sudah terjadi dan meramalkan suatu hal yang buruk terhadap sesuatu yang belum terjadi,” kata psikolog sekaligus dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia Nur Islamiah dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 September 2022.  
 
Nur menuturkan sebuah studi menemukan prevalensi terjadinya overthinking pada orang dewasa dengan rentang usia 25-35 tahun cenderung tinggi yaitu 73 persen. Wanita juga lebih cenderung berpotensi menjadi overthinker. 
 
“Tanda seseorang mengalami overthinking adalah ia sering mengingat-ingat kembali kejadian buruk, misalnya pengalaman yang membuat dirinya merasa bersalah atau malu," tutur Nur. 
 
Selain itu, overthinker juga menghabiskan waktu untuk berpikir hal di luar kontrol dirinya. Lalu, mencemaskan sesuatu yang belum terjadi. 
 
"Sehingga pikiran-pikiran negatif ini membuatnya susah move on, tidak produktif, galau, hingga kesulitan tidur karena otak selalu aktif memikirkan hal-hal yang sebetulnya tidak bermanfaat,” tutur dia.
 
Nur mengatakan salah satu penyebab overthinking adalah praktik pengasuhan orang tua. Studi menyebut terdapat hubungan antara pengasuhan orangtua yang cenderung sering mengkritik dan otoriter dengan berkembangnya overthinking pada anak. 
 
Selain itu, tipe kepribadian seseorang, misalnya individu yang berkepribadian mudah cemas atau perfeksionis memiliki peluang lebih besar menjadi overthinker. Kejadian traumatis di masa lalu, stres yang dialami masa sekarang, serta tingginya tekanan atau tuntutan hidup juga dapat menjadi penyebab overthinking pada seseorang.
 
“Dampak overthinking apabila terjadi secara berkepanjangan salah satunya adalah kesehatan fisik yang menurun. Akibatnya kualitas tidur memburuk, tubuh akan mudah terserang penyakit dan kelelahan," tutur dia. 
 
Nur menyebut overthinker juga dapat mengalami gangguan mental, seperti kecemasan berlebih (anxiety), mudah stres, bahkan mengalami depresi. Overthinker juga cenderung suka menunda-nunda penyelesaian sebuah pekerjaan karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, akibatnya hidup menjadi kurang produktif. 
 
"Masalah sosial seperti kesepian juga dapat terjadi, lebih lagi bila bergaul dengan sesama overthinker,” sebut dia.
 
Nur membagikan tips mengatasai overthinking. Pertama, mencari tahu trigger atau penyebab overthinking. Nur menyebut dengan mengetahui penyebabnya, awareness akan turut meningkat, sehingga menyadari overthinking adalah kegiatan buruk. 
 
Kedua, bila sudah sadar overthinking merugikan diri, lakukan langkah konkret untuk berhenti atau mengontrol pikiran-pikiran negatif tersebut. Salah satunya, dengan menulis, kemudian mengamatinya dengan saksama. 
 
Selanjutnya, uji atau pertanyakan pikiran negatif “apa iya pikiran saya ini nyata? fakta?”. Sebab, sering kali pikiran negatif hanya berasal dari ketakutan atau kecemasan yang dibuat-buat oleh diri sendiri.  
 
“Kita cari inti dari pikiran negatif itu kemudian kita lakukan langkah konkret untuk berhenti memikirkan itu dengan mempertanyakan dan menantang pikiran negatif itu, lalu dilepaskan,” papar dia.
 
Ketiga, melakukan positive self-talk. Contohnya, alih-alih merenungkan dan menyesali sesuatu hal yang terjadi di masa lalu, sehingga berkembang menjadi pikiran negatif, lebih baik fokuskan pada hal yang positif. Maafkan diri sendiri dan katakan, “Kemarin memang saya berbuat salah, saya menyesalinya. Tapi sudah tidak ada yang saya bisa lakukan untuk mengubah masa lalu, saya akan jadikan ini sebagai pelajaran dan berusaha tidak mengulanginya lagi”.
 
Keempat, tidak kalah penting dengan melatih mindfulness. Yaitu mengerjakan satu kegiatan dalam satu waktu, misalnya makan dengan menikmatinya dengan penuh syukur tanpa distraksi hal lainnya. Nur menyebut dengan melakukan mindfulness dapat berlatih fokus dan memaknai setiap yang dilakukan sehingga lebih bermakna.
 
Kelima, overthinking terjadi salah satunya karena otak penuh dengan informasi yang kurang penting sehingga informasi-informasi sampah ini harus dibatasi. Terakhir, merawat diri dengan makan sehat, tidur, dan olahraga teratur. 
 
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, overthinker erat hubungannya dengan kesulitan beristirahat. Dengan merawat kesehatan diri, diharapkan akan membantu overthinker untuk lebih teratur dalam pola aktivitas harian.
 
“Bila kelima langkah ini belum berhasil, ini artinya terdapat hal-hal yang perlu digali lebih dalam. Berkonsultasi dengan profesional, misalnya psikolog profesional akan membantu mengurai permasalahan yang terjadi dan menemukan solusinya. Dukungan dari lingkungan yang positif tentu juga sangat penting untuk membantu menghilangkan overthinking ini,” ujar dia. 
 
Baca juga: Dosen IPB Ungkap Penyebab dan Tips Hadapi Demotivasi


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan