KedaiKOPI melakukan riset untuk menemukan strategi baru guna mendorong partisipasi masyarakat sipil yang lebih bermakna sejak 2021. Riset kualitatif dilakukan dengan mengundang tiga elemen aktivis muda, jurnalis, dan pimpinan beberapa organisasi masyarakat sipil (CSO) di Indonesia untuk mengikuti focus group discussion (FGD).
Berdasarkan studi tersebut, terdapat beberapa hal yang bisa diinisiasi bersama untuk membangun partisipasi publik yang bermakna. “Saatnya mendorong aktivis muda merasakan pengalaman langsung dalam aktivisme dan partisipasi,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, di Jakarta, Rabu, 7 Desember 2022.
Padahal, kemunduran demokrasi sudah terasa dalam lima tahun terakhir. Pencekalan beberapa akademisi, kriminalisasi aktivis yang mengkritik pemerintah, serta berbagai ancaman digital menjadi indikasi kuat kemunduran iklim demokrasi Indonesia.
Untuk itu diperlukan strategi partisipasi yang tidak hanya kreatif. Namun juga bermakna dan politis untuk dapat membuka kembali ruang sipil demi mengarahkan konstitusi ke visi demokrasi yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menjelaskan, berdasarkan analisis terhadap pemberitaan media online pada periode 2020-2021, ancaman terhadap penyempitan ruang sipil cenderung meningkat. Sektor yang paling banyak muncul adalah kriminalisasi tambang dan masyarakat.
“Hal tersebut diperparah dengan adanya semacam insinuasi pada aktivis, pelabelan SJW (Social Justice Warrior), yang terorkestrasi terhadap berbagai bentuk protes atas situasi-situasi tersebut di media sosial pada banyak isu,” ujar Kunto.
Kunto menjelaskan, terdapat peluang kolaborasi antara media dan organisasi masyarakat sipil untuk mengamplifikasi isu-isu terkait kondisi riil penyempitan ruang sipil.
“Upaya-upaya partisipasi harus benar-benar diarahkan untuk orientasi publik, tidak hanya reaktif tapi juga kontinual dan menghindari terjebak pada aktivisme yang berorientasi administrasi dan sekadar normative,” ujarnya.
Diskusi tersebut juga dihadiri Asfinawati, Pegiat HAM Sekolah Tinggi Hukum Jentera, dan Pantoro Kuswardono, Koordinator Koalisi Keadilan Iklim.
“Zaman Orba dan sekarang tak ada bedanya. Aksi buruh, selama Pak Jokowi jadi presiden hanya sekali boleh di depan istana. Sekarang selalu di patung kuda, seperti kembali ke masa Orba. Jurnalis pun sekarang terancam, akibat disahkannya KUHP. Karena tiga tahun lagi ada pasal pidana untuk jurnalis setelah KUHP disahkan.
Pantoro sepakat dengan Kunto dan Asfinawati. Menurut dia, masalahpenyempitan ruang sipil berdampak erat pada isu lingkungan. “Sejauh sistem yang dibangun pemerintahan yang terserah apa adanya, maka upaya kami untuk mengawal isu lingkungan tidak akan jalan,” tutupnya.
Baca juga: Teliti Penemuan Harga Saham Perbankan, Lucky Bayu Purnomo Lulus Program Doktor |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News