Hal itu disampaikan Ferdinandus dalam sidang terbuka promosi doktor berjudul Rekonstruksi Permukaan 3D Infeksi COVID-19 pada Citra Paru-paru CT-Scan Menggunakan Alpha Shape Berbasis Segmentasi U-NET. Penelitian bertujuan membentuk visualisasi 3D luasan infeksi virus dan menghitung persentase infeksinya terhadap volume paru-paru.
Ferdinandus mengatakan meninjau jumlah pasien yang terinfeksi tidak sebanding dengan lama penanganan untuk mendiagnosa dan proses perawatan pasien. Oleh karena itu, perlu diciptakan metode untuk menunjukkan persentase volume paru-paru yang terinfeksi dengan akurasi tinggi.
“Hingga diinovasikan sistem intelijen untuk membantu permasalahan itu,” kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 Okotber 2023.
Doktor ke-212 dari Departemen Teknik Elektro tersebut menghasilkan kemiripan visualisasi organ manusia dengan mencapai lebih dari 90 persen. Hal itu ditinjau berdasarkan perbandingan kesamaan volume paru-paru.
“Kemiripan ini dinilai sama dengan hasil diagnosa dokter dengan menggunakan metode CT-scan biasa,” ujar Ferdinandus.
Proses awal yang dilakukan adalah mensegmentasi paru-paru berdasarkan hasil CT-scan pasien. Segmentasi ini untuk menghilangkan area citra paru-paru dari organ latar belakangnya, seperti tulang ataupun jantung.
“Proses itu pun memisahkan antara luasan paru-paru dengan luasan yang terinfeksi virus," jelas dia.
Proses segmentasi yang digunakan oleh Ferdinandus berupa metode Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur U-Net. Tujuannya untuk mengklasifikasikan pixel dari hasil citra berdasarkan kelas objeknya.
Proses tersebut dilakukan dengan mengonversi berkas citra CT-scan menjadi citra 2D sekaligus meningkatkan kualitas citra yang dibutuhkan. Setelah mendapat citra 2D yang diinginkan, Ferdinandus membuat sistem intelijen dengan membagi berkas citra ke dalam bagian data training dan data testing.
Hasilnya akan mendapatkan model CNN sebagai awal proses segmentasi dengan menggunakan beberapa parameter pada pemrosesan, seperti Adam Optimizer, Binary Cross Entropy, dan metric IoU. Sedangkan, pada pemrosesan data training, validitas visualisasi organ diuji dengan parameter evaluasi IoU, Dice, Precision, dan Accuracy.
Ferdinandus mengasumsikan target kesesuaian tersebut adalah 90 persen untuk paru-paru dan 70 persen untuk luasan daerah terinfeksi. “Namun, hasilnya pun melampaui target dengan masing-masing pengembangannya melampaui sejauh 5 persen,” beber dia.
Ketika hasil dari sistem intelijen sudah terbentuk, dilakukan rekonstruksi hasil segmentasi citra paru-paru dan luasan yang terinfeksi untuk didapatkan citra 3D. Melalui proses penumpukan dan penggunaan metode Alpha Shape, akan dihasilkan sketsa bentuk paru-paru dan bagian yang terinfeksi yang diproses pada bitmap objek 3D.
"Hasil akhir ini yang dapat membantu akurasi hasil diagnosa dokter," papar Ferdinandus.
Melalui sistem intelijen yang digagas, lulusan dengan predikat cumlaude ini berhasil memperjelas visualisasi paru-paru dan luasan infeksinya dengan 3D Printing. Ke depan, ia akan tetap mengembangkan inovasi kedokteran ini agar dapat diimplementasikan secara luas.
“Semoga metode ini juga dapat dikembangkan untuk penyakit lain, seperti tumor atau kanker,” harap dia.
Baca juga: Doktor ITS Buat Inovasi Sistem Proteksi Jaringan Listrik |
Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News