Namun, pengembangan budidaya lobster masih mengalami beberapa hambatan, seperti ketersediaan benih masih sangat bergantung pada stok alam karena produksi buatan benih lobster masih belum behasil dikembangkan. Untuk menanggapi masalah tersebut, banyak peneliti telah mengarahkan studi mereka untuk pengembangan pembenihan lobster dan produksi benih lobster.
Dosen Magister Ilmu Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair) Muhamad Amin menyebut beberapa peneliti telah berhasil membiakkan dan menghasilkan lobster larva di tempat penetasan. Namun, larva yang dihasilkan hanya mampu bertahan hidup maksimal dua minggu. Pada tahap ini, kuning telur sebagai cadangan makanan utama untuk larva telah habis dan larva mulai memakan sumber eksternal.
Sehingga, peneliti berasumsi salah satu penyebab utama kematian massal adalah ketersediaan jenis pakan yang sesuai pakan larva lobster. Oleh karena itu, mengetahui jenis pakan yang cocok untuk lobster larva bisa menjadi salah satu faktor kunci dalam pengembangan lobster tempat penetasan.
Namun, penelitian yang mengkaji jenis pakan khususnya pada stadia larva masih sangat terbatas. Salah satu cara mengetahui pola makan organisme akuatik tertentu adalah dengan menyelidiki isi perut mereka.
Metode untuk mengidentifikasi isi lambung hewan perairan yaitu pengamatan mikroskopis dan lingkungan Metabarkode DNA (eDNA) dengan tingkat akurasi yang cukup baik. Oleh karenanya, penelitian ini difokuskan pada mengidentifikasi jenis isi lambung lobster pada tiga stadia (puerulus, pasca-puerulus dan adult) menggunakan metabarcoding eDNA.
Hasil penelitian menunjukkan 10 jenis plankton teridentifikasi pada tahap puerulus dan lima besar adalah Oithona sp. (36,30 persen dari jumlah relatif eDNA), Macropthalmus setous (19,18 persen), Audacallichirus mirim (13,01 persen), Oithona simplex (5,48 persen), dan Pseudodiaptomus euryhalinus (4,11 persen).
Selanjutnya, 17 spesies diidentifikasi dari stadia pasca puerulus dan lima spesies yang paling dominan adalah Audacallichirus mirim (28,60 persen), Oithona sp. (19,36 persen), Pichia sp. (5,96 persen), Helice tientsinensis (5,86 persen), dan Oithona simplex (5,36%).
Pada tahap remaja (adult), 34 spesies diet diidentifikasi, di mana lima spesies paling dominan adalah Oithona sp. (80,88 persen), diikuti oleh Canthocalanus pauper (5,66 persen), Acartia bispinosa (4,02 persen), Longipedia koreana (2,30 persen), dan Oithona davisae (1,92 persen).
Selain itu, 56 spesies plankton diidentifikasi dari habitat alami termasuk Sicyonia laevigata (33,73 persen), Oithona simpleks (23,70 persen), Oithona sp. (17,70 persen), dan Acartia tonsa (11,89 persen). Dari spesies yang teridentifikasi, lima yang dinilai sangat potensial untuk dikembangkan artifisial memproduksi benih lobster, yaitu Oithona sp., Oithona simplex, Acartia bispinosa, Acartia tonsa dan Pseudodiaptomus euryhalinu.
Baca juga: Dosen Unair Sebut Letak Geografis dan Aktivitas Masyarakat Jadi Potensi Zoonosis di Indonesia |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News