Ilustrasi/Freepik
Ilustrasi/Freepik

Apa Itu Neuropati? Dosen IPB Serukan Deteksi Dini untuk Cegah Dampak Seriusnya

Citra Larasati • 24 Juli 2025 19:57
Jakarta:  Neuropati atau kerusakan pada saraf tepi (perifer) dapat berdampak serius jika tida dideteksi sejak dini.  Di antaranya gangguan ini dapat menyebabkan penurunan fungsi tubuh, luka kronis, bahkan amputasi.
 
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami gejalanya sejak awal. Hal ini disampaikan oleh dr Yeni Quinta Mondiani SpN, ahli ilmu saraf sekaligus dosen Fakultas Kedokteran IPB University.
 
“Neuropati didefinisikan sebagai kerusakan pada saraf,” jelas dr Yeni dalam program IPB Podcast di Kanal YouTube IPB TV, dikutip, Kamis, 24 Juli 2025.

Ia mengatakan, saraf perifer terdiri atas saraf sensorik (perasa), motorik (penggerak), dan otonom (mengatur fungsi tubuh otomatis seperti detak jantung). Gejala neuropati sangat bergantung pada jenis saraf yang terdampak, meskipun umumnya diawali oleh gangguan pada saraf sensorik.
 
“Kalau untuk saraf sensorik, dibagi dua lagi. Ada gejala positif dan ada gejala negatif,” jelasnya. Gejala positif meliputi sensasi yang tidak seharusnya ada, seperti rasa seperti digerayangi semut, ditusuk tajam, atau nyeri seperti terbakar. Adapun gejala negatif ditandai dengan hilangnya sensasi, misalnya mati rasa atau kebas.

Penyebab utama neuropati

Jika saraf motorik yang terganggu, gejalanya berupa kelemahan otot, seperti sulit menggenggam atau tidak bisa membuka botol. Yeni menuturkan, neuropati bukanlah satu penyakit tunggal, melainkan sindrom dengan berbagai penyebab.
 
“Penyebab utama neuropati perifer adalah diabetes mellitus. Perkembangan dari diabetes menuju neuropati perkiraannya sekitar 3–5 tahun,” paparnya.
 
Penyebab lain meliputi faktor genetik (meskipun jarang), efek samping obat-obatan (seperti antibiotik, obat jantung, atau kemoterapi), kekurangan vitamin (terutama B1, B6, B12, dan E), paparan zat beracun (logam berat, pestisida), serta cedera atau penekanan saraf seperti pada Carpal Tunnel Syndrome (CTS) akibat gerakan berulang atau mengetik terlalu lama.
 
Penyakit autoimun juga dapat menyebabkan neuropati, karena sistem imun menyerang sel saraf. Yeni menegaskan bahwa neuropati tidak hanya menyerang kelompok usia lanjut.
 
“Sekarang banyak sekali kasus diabetes. Bahkan anak-anak umur 20 tahun, usia muda bisa terkena neuropati,” ungkapnya.
 
Ia menambahkan, mahasiswa dan pekerja kantoran yang terlalu lama menatap layar atau mengetik tanpa jeda juga berisiko mengalami neuropati akibat tekanan pada saraf.  Menurutnya, masyarakat perlu segera memeriksakan diri ke dokter apabila muncul gejala kebas atau kesemutan mendadak, terutama jika tidak memiliki faktor risiko.
 
“Kalau tidak ada faktor risiko, tiba-tiba muncul kebas atau kesemutan, harus hati-hati. Bisa jadi gejala stroke atau Guillain-Barré Syndrome,” ujarnya. Bagi mereka yang memiliki faktor risiko, pemeriksaan disarankan jika gejala tidak membaik dalam 2–3 minggu meskipun sudah minum vitamin saraf.
 
Ia juga menekankan pentingnya pencegahan melalui pola hidup sehat. “Yang pertama pasti nutrisi. Penggunaan alkohol jangka panjang dan merokok itu juga termasuk faktor risiko,” jelasnya.
 
Ia menyarankan untuk tidak melakukan aktivitas monoton, seperti mengetik, lebih dari 30–60 menit tanpa jeda. “Normalnya, kita perlu stretching untuk mata, pergelangan tangan, dan pinggang,” tambahnya.
 
Baca juga:  Apakah Air Kelapa Boleh Diminum Setiap Hari? Ini Jawaban Ahli Gizi IPB

Komplikasi neuropati yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, luka yang tidak terasa terutama pada penderita diabetes, hingga infeksi parah yang berujung amputasi. Kondisi ini juga bisa memicu gangguan psikologis seperti depresi.
 
“Cegah neuropati sedari dini, jaga sarafmu, jaga kesehatanmu,” pungkas dr Yeni
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan