Mach menyampaikan saat ini bahan baku obat-obatan di Indonesia masih didominasi oleh produk impor. Untuk itu, dia melakukan inovasi pada fluida superkritis agar dapat mendorong kemandirian bahan baku obat di Indonesia.
“Selain itu, penggunaan teknologi fluida superkritis juga dapat menjadi solusi pada permasalahan lingkungan,” jelas Mach saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan guru besar melalui siaran pers, Selasa, 28 November 2023.
Mach menjelaskan fluida superkritis merupakan suatu senyawa yang telah melebihi titik tekanan kritis dan suhu kritisnya. Fluida yang memiliki sifat gabungan cair dan gas ini memiliki fungsi sebagai pelarut murni atau media untuk proses pemisahan reaksi atau material.
“Fluida superkritis dapat menggantikan pelarut organik dalam proses pemisahan, sehingga hasil yang didapatkan tidak mencemari lingkungan,” tutur Guru Besar Departemen Teknik Kimia ITS tersebut.
Mach memilih menggunakan karbon dioksida (CO2) superkritis dan air subkritis sebagai senyawa untuk penelitiannya. Kedua fluida tersebut dipilih karena mudah untuk didapatkan, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar.
Selain itu, penggunaan CO2 dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang memicu global warming. Dia menuturkan dua senyawa ini digunakan untuk mengekstrak bahan baku obat-obatan dari tanaman herbal.
Dalam penelitiannya, CO2 superkritis berfungsi mengekstrak bahan baku obat antikanker dari tanaman herbal, seperti amigdalin dari biji buah loquat. “Karbon dioksida superkritis juga bisa digunakan untuk proses mikronisasi bahan baku obat sehingga kemampuan penghantaran obat dalam tubuh dapat meningkat,” papar dia.
Penggunaan CO2 superkritis ini juga dapat digunakan untuk bahan baku obat-obatan lainnya. Beberapa di antaranya beta sitosterol, licopen, lutein, beta karoten, astaxanthin, dan senyawa terpenoid.
Sedangkan, air subkritis dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan bahan baku obat dari tanaman herbal seperti daun kelor dan kumis kucing yang dapat mengontrol tekanan darah dan mengobati peradangan.
Alumnus program doktoral Kumamoto University, Jepang ini juga menggagas penggunaan teknologi CO2 superkritis untuk produksi minyak atsiri. Minyak yang biasanya digunakan untuk aromaterapi tersebut dapat dihasilkan dari mengesktrak tanaman yang memiliki kandungan minyak atsiri.
“Dengan CO2 superkritis, kandungan minyak atsiri pada tanaman tidak mengalami perubahan bau, warna, maupun sifat fisik lainnya,” jelas Mach.
Untuk mengembangkan inovasinya, Mach akan terus melakukan kerja sama dengan industri farmasi guna mempercepat hilirisasi produk. Direktur Pendidikan ITS ini menyebut pemanfaatan inovasi tersebut dapat dikembangkan lagi tidak hanya pada sektor farmasi, melainkan juga dapat meluas hingga industri makanan dan industri kosmetik.
Baca juga: Profesor ITS Kembangkan Fantom untuk Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News