Namun, saat ini, hanya tersisa rel Surakarta yang masih bisa aktif digunakan. Di negara-negara maju, keberadaan trem tetap lestari dan menjadi pelengkap dari baragam pilihan angkutan massal yang murah dan efisien bagi warga.
Hal ini mendorong tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) menghadirkan kembali trem. Tim ITB menggandeng PT INKA menciptakan trem otonom tanpa masinis bertenaga baterai.
"Tentu teknologi yang dikembngkan sangat mutakhir banyak menggunakan metode dan paradigma yang dikembangkan dalam AI dengan menggunakan sejumlah sensor, seperti kamera, sensor, lidar, radar, dan GNSS," kata Ketua Riset Trem Otonom Baterai, Bambang Riyanto Trilaksono, dikutip dari laman Instagram @lpdp, Jumat, 10 Januari 2025.
Berikut spesifikasi trem otonom:
Saat uji coba:
- Dua gerbong dengan kapasitas angkut 40-60 orang per gerbong
- Kecepatan operasional 30-40 km/jam dan di daerah padat 15-20 km/jam
- Bertenaga bateral dengan kapasitas 200 kWh
- Sekali charge dapat bertahan hingga 90 km
Baca juga: Penemuan Rel Trem Tertua di Indonesia |
Fitur teknologi:
- Artificial intelligence (Al)
- Sensor kamera, radar, LiDAR, GNSS
- Adaptive Cruise Control
- Emergancy Breaking System
- Traffic Sign Recognition
- Object Detection
- Collision Avoidance Assist
- Driver Attention Warning
- Speed Limit Assist.
Ini juga menjadi proyek produksi trem otonom pertama dari PT INKA yang dioperasikan di kondisi mixed traffic lengkap dengan berbagai instrumen sinyal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi PT INKA untuk mewujudkannya.
"Kalau trem ini memang yang pertama kali kita produk berbasis otonom tapi awbwnarnya INKA sudah punya LRT yang memang digerakkan secara otonom tapi kalau jenisnya trem yang memang tingkat kerumitannya lebih tinggi dari LRT Jabodebek karena bersimpangan langsung dengan kendaraan, nah ini baru pertama kali kita lakukan di Indonesia," ujar Direktur Pengembangan PT INKA, Roppiq Lutzfi Azhar.
Dalam waktu dekat, warga Surakarta akan mulai terbiasa dengan pemandangan trem melintas membelah jalanan kota. Saat ini, penelitian dalam tahap uji coba.
Banyak trem-trem yang beroperasi di kota-kota besar dunia masih menggunakan teknologi konvensional. Baru ada Jerman dan Tiongkok yang mengembangkan trem otonom dan Indonesia sedang menuju pada panggung teknologi yang sama.
Penelitian ini mendapat dukungan pendanaan RISPRO LPDP sejak tahun 2021 sebesar Rp10,447 miliar. Keberadaan trem ini sekaligus membuktikan kompetensi peneliti Indoensia tak pernah kalah dengan bangsa lainnya asal didukung dengan fasilitas dan pendanaan memadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News