Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Veteriner, Rahmat Setya Adji. Foto: BRIN
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Veteriner, Rahmat Setya Adji. Foto: BRIN

Vaksin Oral untuk Cegah Penyebaran Antraks Bakal Dikembangkan Tahun Depan

Citra Larasati • 21 Juli 2023 09:56
Jakarya:  Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Veteriner, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rahmat Setya Adji mengembangkan vaksin oral untuk mencegah penyebaran wabah antraks pada hewan ternak.  Pengembangan vaksin ini akan dimulai tahun depan, setelah peneliti melakukan sejumlah tahapan penelitian.
 
Rahmat mengatakan, vaksinasi hewan dinilai menjadi langkah penting dalam mengendalikan wabah antraks, utamanya di wilayah-wilayah endemi.  "Saya baru melakukan identifikasi isolat bakteri antraks-nya, kita akan mulai kembangkan tahun depan. Kita akan cek dulu kalau ini prospektif baru kita akan mengajukan untuk mengembangkan lebih lanjut," terang Rahmat dalam keterangannya di BRIN, Jakarta, yang dikutip Jumat, 21 Juli 2023.
 
Vaksin antraks, kata Rahmat, sebetulnya sudah dikembangkan dan diproduksi di Surabaya dan Bogor. Hanya saja, menurut dia, perlu jenis vaksin oral yang lebih safe, aplicable, murah dan protektif.

Dengan demikian masyarakat bisa melakukan sendiri, sehingga vaksinasi akan lebih massif. "Vaksinasi terhadap hewan tidak gampang, dan tidak mudah seperti vaksinasi manusia," ujar mantan peneliti Kementerian Pertanian tersebut.
 
Diakuinya, untuk mengembangkan vaksin oral memang tidak mudah. Meski tahapannya tidak sesulit pengembangan vaksin untuk manusia.
 
Tahapannya jika identifikasi isolat bakteri hasilnya prospektif, maka selanjutnya dapat melakukan uji laboratorium, uji lapangan terbatas, registrasi, dan bisa langsung diaplikasikan.  Sejauh ini, Rahmat menyebutkan BRIN turut dalam upaya melakukan penelitian diagnosis dan deteksi wabah antraks, salah satunya yang terjadi akhir-akhir ini di Gunung Kidul, Yogyakarta.
 
Ia melakukan diagnosis dan deteksi dengan uji serologi, sebagai upaya mendeteksi penyebaran antraks. Sebagaimana diketahui, Antraks adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.
 
"Bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia termasuk desinfektan tertentu dan dapat bertahan selama 150-200 tahun di dalam tanah," sebutnya.
 
Antraks umumnya menyerang secara cepat pada hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia. Antraks yang menyerang hewan kambing domba sapi kerbau bisa mati secara tiba-tiba tanpa gejala selama 48 jam. 
 
"Makanya banyak warga yang kemudian karena tidak tahu, langsung menyembelih hewan ternaknya. Ini yang sangat berbahaya karena begitu disembelih 1 tetes darah hewan mengandung 1 milyar bakteri," katanya. 
 
Maka dari itu, Rahmat menyarankan jika ada hewan yang mati mendadak harus diwaspadai antraks. Hewan tersebut tidak boleh disentuh atau disembelih. Tempat matinya perlu dilakukan dekontaminasi dengan cara menyiramkan formalin pada area tanah sekira 50 liter per meter persegi, karena bakteri bisa masuk hingga 20 cm. "Penanganan lingkungan ini penting agar antraks tidak muncul kembali," katanya.
 
Idealnya, lanjut Rahmat, hewan yang mati dibakar sampai habis atau menggunakan mobile insenerator. Namun cara ini membutuhkan biaya besar.
 
Maka hewan tersebut dapat dikubur dengan kedalaman 2 meter, dan lokasi kuburannya disiram pakai formalin, lalu disemen dan ditulis tanda. "Jika di satu kandang ada hewan yang masih hidup, hewan itu dapat diberi antibiotik yang mencover 3-4 minggu diisolasi, jika hewan itu tidak mati maka baru divaksinasi," pungkasnya.
 
Baca juga:  Peneliti BRIN Jelaskan Teknologi Haploid untuk Tingkatkan Daya Saing Cabai Nasional

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan