Menurut dia, untuk menjawab hal itu perlu dilakukan kajian etika riset vaksin Nusantara. Pengkajian bisa dimulai dengan menelaah apakah prinsip empat pilar sudah terpenuhi dalam pengembangan vaksin yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut.
"Kita harus mengkaji etikanya, apakah prinsip empat pilarnya terpenuhi," ujar Meita, Sabtu, 20 Maret 2021.
Baca: Apa itu Big Data? Berikut Penjelasan Pakar UNAIR
Kemudian, kata dia, subjek penelitiannya juga harus jadi bahan kajian. Apakah dalam proses pengembangan vaksin itu, subjek mendapatkan informasi mengenai studi yang akan dilakukan.
Menurut dia, kajian bisa dilakukan dengan melihat lembaran informasi uji vaksin Nusantara. Dari situ, bisa dikaji apakah penjelasan terhadap subjek penelitian sudah dilakukan dengan benar sesuai bahasa awam.
"(Misalnya) kenapa subjek ini yang diikutkan? untuk apa manfaatnya? seberapa jauh risikonya? juga manfaat untuk masyarakat apa?," ungkapnya.
Baca: Epidemiolog UI: Pemerintah Harus Pastikan Keaslian dan Keamanan Vaksin
Selain etika, yang harus dikaji dari Vaksin Nusantara yaitu tentang ada atau tidak uji terhadap hewan. Lalu, sejauh mana tingkat efikasi dan keamanan vaksin tersebut.
"Kajian etik utamanya perlindungan terhadap subjeknya. Jangan hanya karena ini bagus, metodenya baru, tapi saat diuji menimbulkan efek samping. Secara etis, pertimbangan etika, kualitas, dan khasiat harus sangat dipertimbangkan," terangnya.
Selain soal etik, regulator juga harus mengambil peran. Regulator harus proaktif dalam melakukan kajian. Jadi, menurut dia, satu uji klinik itu amat terkait dengan empat pemangku kepentingan, mulai dari sponsor, peneliti, tim pengkaji etik, dan regulator.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News