Namun, perkembangan teknologi satelit mengungkapkan fakta baru bahwa titik terpanas di Bumi sesungguhnya melampaui angka tersebut. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) melalui satelit Aqua berhasil memetakan suhu permukaan Bumi secara global.
Data ini menunjukkan hal yang berbeda dibandingkan dengan pengukuran stasiun cuaca konvensional. Penting untuk dipahami bahwa satelit tidak mengukur suhu udara seperti termometer biasa, melainkan mengukur suhu permukaan tanah (land surface temperature).
Analogi sederhananya dapat dirasakan saat seseorang berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pantai atau lapisan beton pada siang hari yang terik. Permukaan pijakan tersebut akan terasa jauh lebih panas dibandingkan dengan udara di sekitarnya. Menurut data NASA, suhu permukaan tanah dapat mencapai 40 derajat Celsius lebih tinggi ketimbang suhu udara.
Berdasarkan pemindaian instrumen MODIS pada satelit NASA, gelar tempat terpanas di Bumi jatuh kepada Gurun Lut di Iran.
Data pengamatan NASA menunjukkan suhu permukaan di Gurun Lut mencapai angka ekstrem, yakni 70,7 derajat Celsius. Angka ini jauh melampaui rekor suhu udara yang pernah tercatat di stasiun cuaca mana pun. Selain Iran, wilayah Queensland di Australia juga pernah tercatat sebagai titik terpanas dengan suhu mencapai 69,3 derajat Celsius.
Pemetaan suhu ini menambahkan wawasan baru bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam memantau perubahan tutupan lahan. Citra satelit memperlihatkan area hutan yang lebat memiliki suhu permukaan yang jauh lebih sejuk dibandingkan dengan lahan terbuka.
Hal ini mengindikasikan pepohonan berfungsi sebagai pendingin alami. Apabila terjadi deforestasi atau penebangan hutan, suhu permukaan tanah di wilayah tersebut akan meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, data ini menjadi instrumen penting bagi para ilmuwan untuk melacak jejak kerusakan hutan dan dampaknya terhadap iklim mikro di berbagai belahan dunia.
(Sultan Rafly Dharmawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News