Kondisi inilah yang mendorong kolaborasi pengabdian masyarakat dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam membuat rumah garam. Rumah garam ini bertempat di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Dosen Oseanografi ITB, Dr. Susanna Nurdjaman, S.Si., M.T., mengatakan, Indonesia masih melakukan impor garam dengan jumlah yang besar. Padahal Indonesia terkenal dengan julukan sebagai negara maritim.
“Pertanian garam sendiri membutuhkan lahan yang luas dan berpasir. Berangkat dari hal tersebut, kami menginisiasi pembuatan rumah garam yang memanfaatkan energi dari cahaya matahari,” ungkap Susanna, dilansir dari laman ITB, Rabu, 9 Agustus 2023.
Rumah garam berukuran 4 x 3 meter itu memiliki dinding yang terbuat dari susunan botol plastik bening tak terpakai, kemudian dirangkai dengan bilah bambu. Penggunaan botol plastik bekas yang digunakan dapat menanggulangi permasalahan sampah.
“Daripada botol tersebut dibuang percuma dan merusak lingkungan, akan lebih baik jika dimanfaatkan menjadi dinding seperti ini,” ujar Susanna yang juga menjadi ketua tim ini.
Cara Kerja Rumah Garam
Cara kerja rumah garam adalah dengan menuangkanair laut yang telah diendapkan semalaman ke dalam meja penampungan. Meja tersebut terbuat dari kayu yang dilapisi dengan seng dan plastik bening.Rumah garam akan menjebak panas dan menguapkan air laut. Uap air hasil penguapan akan dialirkan ke pipa paralon melalui atap yang terbuat dari mika bening dan didesain miring. Air tersebut merupakan air murni bebas mineral yang bisa dikonsumsi.
Sementara garam yang tertinggal di meja penguapan, dapat langsung dipanen. “Rumah garam memang hanya mengandalkan sinar matahari, tetapi penggunaan setiap bahannya sudah dipertimbangkan untuk memaksimalkan proses penguapan. Sistem desalinasi seperti ini sebelumnya sudah pernah diupayakan dalam bentuk yang lebih sederhana dan diterapkan bagi Suku Anak Laut di Kepulauan Riau,” beber Susanna.
Program pengabdian masyarakat ini turut melibatkan dosen Oseanografi lainnya, dosen Teknik Geologi, mahasiswa Oseanografi, mahasiswa Sains Kebumian, dan Yayasan Ibu Pertiwi. Setelah uji coba selama 4 hari, dihasilkan 1 kilogram garam dari penguapan air laut.
Waktu ini terbilang cepat jika dibandingkan pembuatan garam tradisional oleh masyarakat Kabupaten Subang yang memakan waktu lebih dari dua minggu. Pesisir Kabupaten Subang merupakan tipe pantai berawal sehingga tidak dapat disulap menjadi tambak garam.
Namun, daerah ini memiliki potensi panas matahari yang melimpah. "Selain itu, masih banyak lahan kosong di rumah masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk membangun rumah garam. Bahan-bahan penyusunnya murah dan mudah didapatkan,” tuturnya.
Ia juga berharap jika keberadaan rumah garam ini dapat terus dimanfaatkan dan ditiru oleh masyarakat setempat untuk membuat pertanian garam skala rumah. “Semoga transfer ilmu yang kami lakukan dapat menjadi alternatif produksi garam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.
Baca juga: Unik! Mahasiswa ITB Bikin Jasa Pembuatan ASI Bubuk |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News