Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Mengenal Doxing, Bentuk Ancaman Baru Kebebasan Pers

Arga sumantri • 26 Mei 2021 10:50
Yogyakarta: Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan kepada berbagai lini masa kehidupan masyarakat. Semua mulai berpindah kepada dunia digital, baik itu kegiatan yang bersifat positif bahkan negatif sekalipun seperti tindak kejahatan, seperti kejadian dalam dunia pers.
 
Sebagaimana yang dapat kita perhatikan, produk-produk media sudah mulai beralih dari bentuk-bentuk media cetak kepada bentuk-bentuk media online. Namun, perubahan tersebut  diikuti pula oleh perubahan bentuk-bentuk ancaman kepada kebebasan pers para jurnalis. 
 
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM), Wisnu Prasetya Utomo mengungkapkan, ancaman kepada jurnalis sudah mulai banyak dilakukan secara online. Dahulu, ancaman kepada kebebasan pers biasanya berasal dari negara, berbagai kekuatan politik, kelompok masyarakat sipil dilakukan secara offline, seperti pembunuhan, penyerangan fisik, dan lain sebagainya,

Maka, bentuk ancaman kepada kebebasan pers saat ini salah satunya adalah doxing. Doxing merupakan sebuah tindakan membongkar atau menyebarluaskan informasi pribadi seseorang tanpa mempunyai izin dari pihak yang bersangkutan.
 
Baca: Rektor Unpad: Kampus Merdeka Dorong Kampus Lakukan Transformasi Pembelajaran
 
"Sekarang kalau orang tidak suka terhadap pemberitaannya gampang untuk mendoxing atau mengintimidasi jurnalis yang bersangkutan, data-data pribadinya di-share (posting) di media sosial," tutur Wisnu mengutip siaran pers UGM, Rabu, 26 Mei 2021.

Makna Kebebasan Pers 

Pada 3 Mei lalu, dunia atas prakarsa UNESCO, memperingati hari kebebasan pers. Wisnu mengatakan bahwa kekebasan pers berarti mencakup kebebasan kepada dua hal, yakni kebebasan oleh media pers sendiri dan kebebasan publik untuk mengaksesnya.  
 
Dia menjelaskan bahwa industri media harus mempunyai kebebasan untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Media, ketika memproduksi informasi tidak mendapat tekanan, tidak mendapat intimidasi, serta tidak dihadang sensor dari pihak tertentu.
 
Baca: LIPI Dorong Pendidikan Vokasi Berbasis Kebudayaan dan Kemasyarakatan
 
Wisnu juga mengatakan publik seharusnya juga harus mendapatkan kebebasan, yakni kebebasan untuk memilih dan mengakses media tersebut. Ia menegaskan, informasi adalah benda publik.
 
"Karena sebagai benda publik (maka) artinya kita harus punya kebebasan untuk mengakses, dan juga mereka dari industri media juga mempunyai kebebasan untuk memberikan informasi kepada publik (kita)," ungkap Wisnu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan