"Posisi mata pelajaran sejarah bergeser, yang semula (mapel) wajib kemudian menjadi (mapel) pilihan, implikasinya siswa bisa saja tidak belajar sejarah karena tidak menjadikannya pilihan," ujar Sumardiansyah dalam webinar bertajuk Penyederhanaan Kurikulum: Ambisi atau Solusi, Jumat, 25 September 2020.
Ia menyatakan, kondisi inilah yang sebetulnya sedang diperjuangkan AGSI. Ia pun tak menyangkal pernyataan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang menyebut tak menghapus mapel sejarah. Mapel sejarah tetap ada dalam struktur penyederhanaan kurikulum.
"Kemendikbud benar, Nadiem (Mendikbud Nadiem Makarim) benar. Tapi pelajaran sejarah digeser posisinya dan belum ada penjelasan yang jernih dari Kemendikbud," ungkapnya.
Baca: Nadiem: Penyederhanaan Kurikulum di 2021 Hanya untuk Sekolah Penggerak
Ia menjelaskan, mapel sejarah direduksi perannya menjadi bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang SMA kelas X. Menurut dia, seharusnya mapel sejarah, begitu pun mapel dalam rumpun IPS lainnya, tetap berdiri sendiri.
"Seharusnya mapel berdiri sendiri secara leg specialis, dan ternyata sejarah menjadi bagian IPS di kelas X," ujar anggota tim perumus penyederhanaan kurikulum itu.
Sedari awal, kata dia, AGSI tak pernah menyatakan pelajaran sejarah dihapus dari kurikulum, melainkan digeser perannya. Ia menyatakan, hingga saat ini Kemendikbud belum bisa menjelaskan alasan mengenai rencana menggeser posisi mapel sejarah di tingkat SMA.
"Kami juga menuntut agar mapel sejarah jangan direduksi menjadi IPS di jenjang menengah atas. Implikasinya bukan hanya (mapel) sejarah, tapi sosiologi, geografi juga sama," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News