ChatGPT bekerja dengan cara menuliskan esai sesuai dengan permintaan. Dengan memasukkan beberapa kata kunci, ChatGPT langsung memberi banyak kalimat dalam tulisan yang diinginkan siswa.
Hal ini sedikit banyak dapat membantu siswa. Namun, dibaliknya terdapat bahaya yang mengintai.
"ChatGPT menjadi berbahaya ketika guru tidak bisa memberikan atau mengarahkan siswa bagaimana cara menggunakannya," kata Wakil Presiden Regional Turnitin Asia Pasifik, James Thorley, kepada Medcom.id, Rabu, 17 Mei 2023.
James menyebut Turnitin telah mengembangkan kemampuan pendeteksi tulisan AI. Dia mengakui banyak siswa yang mengerjakan tugas penulisan dengan memanfaatkan ChatGPT.
"Untuk menghindari hal yang berbahaya ini, tak bisa pula dilarang. Tapi dikenalkan agar dapat digunakan sebagai mana mestinya," tutur dia.
James mengakui pengenalan ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. Dia menekankan dunia pendidikan mesti mengarahkan siswa agar tak mencari celah plagiat dalam membuat tugas.
"Pemahaman tentang ChatGPT sebagai alat pendukung bagi siswa dan menekankan kepada siswa bagaimana menggunakan dan memaksimalkan ChatGPT untuk menulis. Karena pembelajaran menulis sangat vital bagi siswa untuk melatih mereka berpikir kritis. Dengan pemikiran kritis yang dibentuk itu saya harap plagiat tidak akan terjadi," tutur dia.
James menjelaskan AI Turnitin tidak hanya bekerja mendeteksi tulisan. Jauh dari itu, AI Turnitin dapat mendeteksi plagiarisme bahkan dalam penggunaan kata.
"AI kami mampu mendeteksi kemungkinan penggunaan kata. Karena AI seperti ChatGPT untuk penggunaan kata bisa diprediksi dan dideteksi lebih awal," beber dia.
| Baca juga: BRIN-APEC PPSTI Dukung Pengembangan AI dalam Penanganan Covid-19 |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News