Jakarta: Berdasarkan Studi Global Save the Children, tujuh dari 10 anak memiliki kesulitan dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama berlangsungnya pandemi covid-19. Studi dilakukan di 46 negara, khususnya Indonesia.
"Studi kami sangat jelas menggambarkan bahwa banyak anak di Indonesia menghadapi kesulitan dalam belajar daring, motivasi belajar menjadi menurun dan ini bisa berpengaruh pada kemampuan literasi dan numerasi anak," kata CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung, melalui siaran pers, Jakarta, Rabu, 8 September 2021.
Ia mengatakan, pandemi covid-19 telah memaksa lebih dari 60 juta anak di Indonesia melakukan pembelajaran jarak jauh sejak Maret 2020 lalu. Mekanisme pembelajaran jarak jauh seperti pembelajaran daring dan melalui televisi dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi terhentinya pembelajaran, termasuk juga menyediakan kuota internet agar anak dapat mengakses pembelajaran.
Menurut dia seluruh pihak perlu bersama-sama mengantisipasi kesulitan belajar yang menjadikan anak-anak kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss) dan dikhawatirkan akan berdampak pada kurangnya keahlian mereka di saat dewasa (less-skilled workers). Terutama untuk bisa berkompetisi di dunia kerja/ usaha serta berakhir pada menurunnya kemampuan menghasilkan pendapatan (decreased earning capacity).
Selina juga menambahkan, di beberapa wilayah, anak-anak terancam putus sekolah karena anak harus bekerja dan atau menikah dini.
"Tindakan yang sistematis, aman dan inklusif harus segera dilakukan dan menjadi prioritas untuk mendukung pemberian akses pembelajaran bagi semua anak sebagai bagian dari pemulihan yang berkelanjutan. Fakta kesulitan belajar juga dialami oleh anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta, ujarnya.
Baca juga: Wapres: Ketentuan PTM Terbatas Ada di Masing-masing Pemda
Para kelompok anak yang tergabung sebagai Child Campaigner dalam gerakan Save Our Education dan merupakan bagian dari Child and Youth Advocacy Network (CYAN) melakukan survei tentang pemerataan paket internet bagi peserta didik. Hasilnya, terdapat 44 dari 105 responden anak (42 persen) menyampaikan bahwa mereka tidak mendapatkan kuota gratis, baik dari pemerintah maupun sekolah.
"Hasil survei kami menemukan, bahwa anak-anak yang tidak mendapatkan kuota gratis ini salah satu alasannya karena tidak terdata padahal secara faktor ekonomi mereka sangat membutuhkan. Jadinya banyak anak yang merasa sedih, kecewa bahkan merasa ini tidak adil," kata Koordinator Child Campaigner Save the Children di Yogyakarta, Gya.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan