Menurut dia, pemberian dana untuk dua organisasi raksasa itu tidak tepat. Seharusnya, kata dia, dua organisasi besar itulah yang memberikan dana ke Kemendikbud dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).
"Kok private sektor mendapat duit dari pemerintah, kan terbalik," kata Darmaningtyas kepada Medcom.id, Rabu, 22 Juli 2020.
Darmaningtyas mengatakan, hal ini juga tak sesuai dengan semangat Mendikbud Nadiem Makarim, bahkan Presiden Joko Widodo, dalam hal efisiensi anggaran. Dana yang ada lebih baik dipakai untuk membenahi pendidikan di sekolah.
"Bukan malah dihamburkan untuk organisasi raksasa," cetusnya.
Baca: Merek Dagang 'Merdeka Belajar' Jadi Celah Komersialisasi Pendidikan
Meihat kenyataan ini, kata dia, program Organisasi Penggerak menjadi kurang relevan untuk dijalankan. Anggaran pendidikan semestinya bisa digunakan untuk hal yang lebih strategis.
"Ya kalau saya sudahlah (POP) ini, pemerintah dananya terbatas dalam waktu dekat ini. Ya dipakai untuk menyelamatkan sekolah yang ada, jangan dihamburkan untuk sesuatu yang tidak jelas," lanjut dia.
Darmaningtyas menambahkan, anggaran POP sebesar Rp595 miliar itu lebih baik dimanfaatkan untuk sekolah swasta yang membutuhkan. Sebab, banyak sekolah swasta, utamanya sekolah swasta kecil yang mengalami gangguan finansial akibat mandeknya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) peserta didik.
"Atau benar-benar organisasi yang tidak punya duit yang dapat bantuan itu, tapi yang sudah mampu mengembangkan kegiatan pendidikan. Itu yang mestinya di-support, kayak sekolah-sekolah pinggir rel di Depok ada, di Tegal juga ada," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News