"Jika konsisten penurunan kasus dan positivity rate menyentuh 5 persen. Mengamati kondisi terbaru, P2G mendorong pemerintah pertimbangkan memulai sekolah PTM 100 persen bertahap, tentu berdasarkan kajian epidemiologis dan data mutakhir," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Kamis, 17 Maret 2022.
P2G mendorong pemerintah dan pemda memperhitungkan dan memetakan perkembangan kasus covid setidaknya 2 minggu ke depan sampai awal April 2022. Termasuk, mengamati tren kasus covid-19 global.
"Sebab cukup mencemaskan juga varian Delta-Omicron dan kasus ledakan terbaru di Cina. Karena saling terkoneksi, misalnya dengan tingkat perjalanan wisata dari mancanegara ke Indonesia yang sudah dipermudah aturannya," tutur dia.
Salim menuturkan hal yang juga penting ketika positivity rate sudah menyentuh angka 5 persen, sekolah bisa membuka PTM 100 persen. Dia menuturkan hal itu berdasarkan rekomendasi WHO.
Saat ini, kata dia, positivity rate nasional sudah menyentuh 7-8 persen. Fakta tersebut menjadi perkembangan baik.
Pemerintah juga diminta memperhatikan tingkat perawatan pasien covid-19 di rumah sakit hendaknya berada di bawah 5 persen. Termasuk, angka fatality rate.
"Poin P2G, dasar memulai PTM 100 persen harus tetap mengacu pada data dan kajian epidemiologis mutakhir. Prinsip kehati-hatian," kata Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri.
Dia menyebut mestinya daerah yang sudah masuk penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1 bisa menggelar PTM 100 persen. Sedangkan, daerah masuk PPKM level 2 sebaiknya tetap PTM terbatas 50 persen.
PTM 100% urgen
P2G menyebut semangat dan dorongan dari orang tua termasuk siswa dan guru untuk segera mulai PTM 100 persen makin kencang. Sejak Tahun Ajaran 2021/2022, kebijakan PTM sering gonta-ganti, mulai pembelajaran jarak jauh (PJJ) 100 persen, PTM 50 persen, bahkan PTM 25 persen."Gonta-ganti skema pembelajaran kami lihat sangat berdampak terhadap psikologis siswa termasuk motivasi belajar siswa. Sementara itu, kita harus akui ancaman learning loss sudah kita rasakan selama pandemi," papar Iman.
Guru di Jakarta ini menjelaskan anak-anak SD kelas rendah paling terdampak dari learning loss. Misalnya terkait keterampilan dasar membaca dan menghitung yang makin tertinggal.
"P2G meminta sekolah, guru, orang tua, dan siswa tetap konsisten membiasakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ketika masuk 100 persen dimulai nanti. Gerakan 3M adalah kebiasaan yang wajib ditaati dalam PTM 100 persen nanti. Jangan sampai berpikir bahwa covid-19 sudah normal, kita sudah sehat, sehingga tak lagi patuh terhadap Gerakan 3M," tegas Iman.
Iman menuturkan aspek yang juga urgen untuk memulai PTM 100 untuk membangun ikatan (bonding) antara siswa dan guru (warga sekolah) serta siswa dan siswa. Satriwan mengungkapkan hasil evaluasi P2G selama 2 tahun PJJ, sekolah dan guru menghadapi kendala cukup besar terkait membangun ikatan emosional dengan siswa.
Apalagi, siswa baru kelas 1-2 SD, lalu 7-8 SMP, dan 10-11 SMA. Mereka belum terlalu mengenal lingkungan belajar sekolah, sebab selama ini lingkungan belajar ialah rumah dan komputer, bukan ruang nyata.
"Ikatan emosional guru-siswa, siswa-siswa tidak terbangun selama ini, bahkan masih ada siswa dan guru atau siswa dengan siswa yang belum kenal satu sama lain, kan ironis," cetus guru SMA ini.
Dia menyebut siswa cenderung individualis dan tertutup akibat sudah terbiasa sekolah digital minus interaksi sosial langsung. Solidaritas kelompok belum terbangun, dan peer group belum terbentuk.
Kegiatan sekolah yang mengakrabkan sesama siswa terhenti dua tahun. Padahal, ini penting dalam konteks relasi pedagogik dalam proses pembelajaran.
3M kunci PTM 100%
P2G menegaskan 3M sebagai AKB merupakan kunci PTM sehat dan aman. "Jika tidak, sekolah akan terus PJJ, orang tua dan guru pasti enggak mau," tutur Iman.Iman mengungkapkan evaluasi P2G terkait PTM 100 persen sejak Januari lalu, masih banyak terjadi pelanggaran SKB 4 Menteri. Khususnya disiplin prokes di sekolah.
"Hampir terjadi di semua daerah," kata Iman.
Iman megungkapkan bentuk pelanggaran paling umum terjadi ialah siswa dan guru tak memakai masker di sekolah, tidak jaga jarak 1 meter di kelas, sekolah ber AC tidak membuka ventilasi, kantin sudah beroperasi, padahal dilarang oleh SKB. Kemudian, tidak ada pemeriksaan suhu dan tidak foto barcode Pedulilindungi sebelum masuk sekolah, tidak memakai masker sepulang sekolah, dan siswa nongkrong sepulang sekolah melanggar 3M.
Dia menyebut laporan di atas berasal dari jaringan guru P2G di Aceh, Batam (Kepri); Medan (Sumut); Tanah Datar, Padang Panjang, Agam (Sumbar); Pandeglang, Cilegon (Banten); Jakarta; Bogor, Garut, Depok, Bekasi, Tasikmalaya (Jabar), Situbondo, Blitar (Jatim), Bima (NTB), Ende (NTT), Berau, dan PPU (Kaltim). Iman mengatakan implementasi SKB 4 Menteri hanya macan kertas selama ini, akibat minimnya pengawasan dari aparat di daerah, seperti Satpol PP, Satgas Covid-19, Dinas Pendidikan, dan kurangnya teladan disiplin prokes dari masyarakat.
"Pelanggaran prokes marak terjadi karena mindset masyarakat sekarang bahwa kondisi sudah mulai normal, covid-19 sudah menjadi endemi seperti flu biasa," kata Iman.
Baca: Surabaya Tunggu PPKM Level I untuk PTM 100%
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News