"Kampus yang obral gelar tersebut akan kehilangan kepercayaan masyarakat," kata Totok kepada Medcom.id, Rabu 17 Februari 2021.
Pemberian gelar itu, kata dia, harus memiliki landasan yang jelas. Terutama dalam melihat sosok yang akan diberi gelar.
"Iya mesti jeli. Lembaga pendidikan, apalagi pendidikan tinggi, harus memiliki landasan etika dan moral yang tinggi. Tanggung jawab moral memberi gelar itu jauh lebih besar," terang dia.
Beberapa hal harus diperhatikan. Totok memberikan contoh dalam memberikan gelar doktor honoris causa. "Penganugerahan gelar ini merupakan pengakuan dan apresiasi kepada penerimanya. Pengakuan itu berbasis karya, kontribusi sosial, dan jejak rekam yang nyaris tanpa cela, tidak korupsi atau tindak pidana," ungkap Totok.
Yang diberi apresiasi harus diperhatikan sumbangsihnya baik moril ataupun material kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Terkhusus kepada institusi pemberi gelar.
"Agar institusi tersebut tentu menjaga marwahnya. Untuk menghindari dicap obral jualan gelar doktor honoris causa," tegas Totok.
Baca juga: Gelar Doktor Honoris Causa Nurdin Halid, Akademisi: Tidak Layak
Pemberian gelar doktor honoris causa belakangan ramai diperbincangkan setelah Universitas Negeri Semarang (Unnes) memberikannya kepada mantan ketua umum PSSI, Nurdin Halid. Banyak pihak yang menolak gelar itu diberikan kepada Nurdin karena pada masa jabatannya PSSI justru dirundung berbagai masalah.
PSSI di bawah Nurdin terlibat masalah pengaturan skor, kasus internal, hingga dibekukannya sepak bola Indonesia oleh FIFA. Prestasi tim nasional Indonesia pun tidak menunjukkan prestasi yang mencolok.
Sebelumnya, Nurdin menyampaikan terima kasih kepada pihak Unnes dan seluruh senat akademik perguruan tinggi atas gelar yang diberikan. "Karena Bapak (Rektor Unnes) saya ada di sini. Karena saya, mungkin Bapak juga di-bully. Tapi iti bagian dari hidup dan kehidupan," ujar Nurdin.
Menurut dia, pemberian gelar kehormatan ini bukanlah abal-abal yang digelontorkan tanpa dasar. Nurdin menambahkan masa lalu seseorang tidak boleh mengekang masa depan yang lebih baik.
"Masa lalu tidak boleh membatasi hak-hak keperdataan saya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News