Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, Medcom.id/Intan Yunelia.
Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, Medcom.id/Intan Yunelia.

DKI Seharusnya Paling Berkepentingan Terapkan Zonasi Murni

Intan Yunelia • 27 Juni 2019 18:43
Jakarta: Ombudsman RI merekomendasikan DKI Jakarta untuk melakukan zonasi murni pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun depan. Sebab kondisi lalu lintas di Jakarta yang super padat seharusnya membuat ibu kota paling berkepentingan menerapkan sistem zonasi murni.
 
“Jakarta sebetulnya lebih berkepentingan untuk melakukan zonasi dibanding dengan daerah lain. Mungkin tidak tahun ini tapi tahun depan dengan zonasi seluruhnya,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho usai Konferensi Pers mengenai PPDB di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis 27 Juni 2019.
 
Ombudsman mendukung penuh sistem zonasi murni dilakukan di Jakarta. Salah satunya karena kondisi lalu lintas yang tidak mendukung untuk diterapkan zonasi berbasis level provinsi.

Baca:  Ombudsman: DKI Jakarta Lakukan Maladministrasi di PPDB
 
“Kalau tidak sistem zonasi murni, kita bisa bayangkan calon peserta didik dari Jelambar Jakarta Barat ingin masuk ke SMA favorit di Manggarai Jakarta Selatan. Kita akan lihat itu tingkat crowded transportasi akan semakin tinggi kalau sistem zonasi murni ini tidak diberlakukan secara penuh,” terang Teguh.
 
Namun Ombudsman juga akan meninjau lebih lanjut Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 ini. Sebab ada tumpang tindih dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
 
“PP 13 ini harus direvisi. Banyak ketidaksinkronan antara Permendikbud 51 Tahun 2018 dan PP 13 Tahun 2015 ini terkait kewajiban untuk memakai hasil UN sebagai dasar masuk ke tingkat yang lebih tinggi,” tuturnya.
 
Untuk diketahui dalam Permendikbud PPDB yang kemudian direvisi telah secara tegas diatur, bahwa daya tampung sekolah hanya dibagi ke dalam tiga jalur. Dengan ketentuan jalur zonasi minimal 80 persen, jalur prestasi 5-15 persen, dan jalur migrasi orangtua sebanyak 5 persen.
 
Namun faktanya dalam juknis PPDB DKI Jakarta, ditemukan pembagian daya tampung yang tidak sesuai dengan aturan pusat. Tertulis dalam Juknis, zonasi 70 persen untuk jenjang SD, Bahkan di jenjang SMP hanya 60 persen, dengan kuota nonzonasi (umum) mencapai 30 persen yang terbagi lagi menjadi 80 persen pendaftar umum, dan 20 persen pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan KJP Plus.
 
Baca:  DKI Sebut Kuota 30 Persen Nonzonasi Sebagai Zonasi Provinsi
 
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ratiyono berkilah, Kuota 70 persen tersebut dikategorikan sebagai zonasi kelurahan, dan nonzonasi 30 persen yang dimaksud adalah sebagai zonasi se-provinsi DKI Jakarta.  Secara teknis, masyarakat yang anaknya berdomisili di ujung Jakarta Barat misalnya, tetap bisa memilih sekolah yang berada di ujung Jakarta Timur dengan memanfaatkan kuota zonasi provinsi tersebut.
 
"Jadi SD kan 70 persen zonasi, 20 nya itu zonasi DKI Jakarta (provinsi). Boleh untuk anak SD yang mau lintas wilayah, antarbeberapa wilayah boleh," jelasnya.
 
Padahal sebelumnya, Mendikbud berkali-kali menegaskan, bahwa sistem zonasi memang sangat fleksibel sehingga dapat diperluas. Namun dengan catatan, diperluas jika dalam satu wilayah tidak ada satu pun sekolah, sehingga ada siswa yang tidak tertampung.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan