"Kabupaten ini dikenal sebagai kota angin. Karena secara geografis sekolah kami di Nganjuk ini diapit gunung Wilis dan gunung Arjuno," kata Hanif kepada Medcom.id, Selasa, 25 Juli 2023.
Dengan kondisi geografis itu, kata dia, daerah sekolahnya memiliki intensitas angin tinggi. Ia menerangkan kecepatan angin di kabupaten tersebut mulai dari 7km/jam hingga 50km/jam.
"Potensi angin ini tidak boleh disia-siakan. Jadi kami membuat sebuah pembangkit listrik tenaga angin yang mampu memanen energi angin menjadi listrik," ungkap dia.
Menariknya, Hanif dan tim menggunakan bahan murah dan sederhana untuk memanen angin menjadi listrik. Kincir yang didesain untuk menangkap pergerakan angin dibuat dari pipa PVC bekas.

DOK Istimewa
"Pipa dipotong menyerupai kipas, ukurannya sudah diperhitungkan agar efektif. Nantinya energi yang didapat dialirkan ke dinamo yang kami ambil dari kipas angin bekas. Dari sana listrik yang dihasilkan bisa mencapai 40 volt dengan 0,08 ampere. Kemudian tenaganya kami simpan di baterai menggunakan solar charge controller (SSC)," beber dia.
Penopang kincir juga dibuat sederhana. Ia menggunakan bambu dengan tinggi 3 meter sebagai penopang kincir.
Hanif menyebut listrik yang dihasilkan dari proyeknya ini telah dimanfaatkan oleh sekolah, salah satunya untuk menghidupkan lampu.
Temui Sejumlah Kendala
Penelitian Hanif bersama teman-temannya tak selalu berjalan lancar. Bahkan, untuk mencapai titik keberhasilan saat ini, ia dan tim menemui kegagalan setidaknya tujuh kali."Dan kami sudah membuat lima prototipe untuk sampai menemukan bentuk kincir yang pas," ungkap dia.
Seringkali prototipe gagal karena tak mampu beradaptasi dengan angin. Bahkan, ada prototipe yang hancur karena dihantam angin kencang.
Hanif mengaku butuh waktu lebih dari setengah tahun untuk menggarap proyek tersebut. Proyek ini dimulai pada 2022.
"Penelitian kami mengenai pemanfaatan energi angin di sekolah ini sudah berlangsung selama enam tujuh bulan lamanya, sejak bulan Desember 2022," tutur dia.

DOK Istimewa
Guru pembimbing proyek, Choirul Fatmawati, menyebut proyek yang dihasilkan anak didiknya bukan hal baru di dunia pembangkit listrik. Ide itu sudah banyak dikerjakan dan dikembangkan di tempat lain.
Namun, bagi Fatmawati yang dikerjakan anak didiknya adalah bagian dari proyek pengembangan dan penguatan karakter. Melalui proyek ini, siswa sudah memiliki kemampuan mengenali masalah di lingkungan mereka.
"Dan mereka bisa melihat potensi daerah dan alamnya serta menemukan solusi. Ini yang luar biasa. Nganjuk kota angin dan kincir angin tidak hanya sekadar desain, tapi menjadi energi baru dan terbarukan yang bisa sangat bermanfaat bagi kehidupan," tutur Fatmawati.
Baca juga: Jawa Tengah Juara Umum MQKN 2023, Borong 40 Piala |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News