Ilustrasi: MI/Immanuel Antonius
Ilustrasi: MI/Immanuel Antonius

Kemenkes: Butuh 10 Tahun untuk Mencetak 3.000 Dokter Spesialis di Indonesia

Antara • 06 Juli 2023 07:00
Jakarta: Ketersediaan dokter spesialis di Indonesia sebanyak 51.949 orang. Jumlah itu masih kurang sekitar 30.000 dokter spesialis jika dibandingkan target rasio 0,28 per 1.000 penduduk, terlebih lagi 59 persen dokter spesialis saat ini masih berkumpul di pulau Jawa.
 
Pemenuhan dokter spesialis di Tanah Air menjadi kerja yang tak ringan. Mengingat dengan kemampuan 92 fakultas kedokteran dengan 21 program pendidikan dokter spesialis, Indonesia masih membutuhkan waktu produksi selama 10 tahun hanya untuk menghasilkan 3.000 lulusan.
 
"Jumlah lulusan dokter spesialis per tahun di Indonesia baru sekitar 2.700 lulusan per tahun," kata Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan dari Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes, Ana Kurniati, Rabu, 6 Juli 2023.

Untuk itu, kata Ana, penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis RS merupakan strategi pemerintah untuk mengakselerasi jumlah dokter spesialis yang kurang di Indonesia tanpa menghilangkan pendidikan eksisting berbasis universitas. "Disparitas pemenuhan dokter spesialis masih terjadi di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
 
Penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit sebagai strategi akselerasi pemerataan jumlah tenaga medis dan kesehatan didasari atas perencanaan nasional. "Dokter spesialis salah satu masalah yang kami rasakan saat ini karena jumlahnya kurang," kata Ana dalam Dialog Ngobrol Malam yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Rabu, 5 Juli 2023.
 
Ia mengatakan, RUU Kesehatan mengadopsi pilar kelima Transformasi Kesehatan yang berkaitan dengan pemerataan distribusi SDM kesehatan yang berkualitas.  Pemerintah menawarkan penyelenggaraan dokter spesialis di rumah sakit atau collage based specialist programme sebagai substansi dalam RUU Kesehatan.
 
Ia mengatakan mekanisme pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit dilaksanakan di fasilitas Rumah Sakit (RS) berdasarkan jenis dan jumlah dokter spesialis yang kurang di beberapa daerah. Kegiatan itu diawali dengan melihat kebutuhan setiap kabupaten/kota melalui identifikasi bersama dinas kesehatan setempat untuk sesuai kebutuhan dokter spesialis yang seharusnya ada.
 
"Perlu juga dilihat ketersediaan saat ini melalui identifikasi RS yang sudah tersedia di daerah, termasuk perlunya identifikasi RS yang sudah layak, terakreditasi, atau sarana prasarananya tersedia," katanya.
 
Selain itu Kemenkes juga melihat demografi dan epidemiologi di daerah sebagai basis proyeksi penyusunan rencana kebutuhan secara nasional.  Saat rencana nasional sudah siap, kata Ana, maka rekrutmen didasarkan pada kebutuhan yang tertuang di rencana nasional.
 
Rekrutmen dilakukan oleh Komite Bersama di bawah kepemimpinan Kemenkes serta melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kolegium, dan RS yang jadi pengampu.
 
Penyelenggaraan pendidikan dilakukan di RS penyelenggara utama dan RS kabupaten/kota serta melibatkan RS yang menjadi asal peserta, karena nantinya peserta setelah selesai pendidikan akan ditempatkan kembali di RS pengusul. "Harapannya, peserta yang ikut program ini akan diangkat sebagai pegawai dari RS yang membutuhkan sesuai rekrutmen awal," katanya.
 
Pelaksanaan pendidikan dokter spesialis pada tahap awal diberikan pembekalan di RS utama. Kemudian berlanjut pendidikan klinis di RS utama dan jejaring, serta pemagangan dan mandiri di RS daerah asal atau RS yang sepadan.
 
Beberapa ujian yang dilakukan seperti evaluasi kompetensi akademik lokal, evaluasi profesi lokal, dan evaluasi terpadu nasional.  "Begitu lulus, pendayagunaannya diupayakan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di RS daerah asal," katanya.
Baca juga:  Sama-Sama Dokter Spesialis Kulit, Ini Perbedaan Gelar SpKK, SpDV, dan SpDVE


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan